Tiga Kemungkinan Jika Presiden Terbitkan Perppu KPK
Berita

Tiga Kemungkinan Jika Presiden Terbitkan Perppu KPK

Tergantung isi Perppunya, apakah Perppu pencabutan, Perppu revisi sebagian, atau Perppu penundaan. Semua punya akibat (hukum) yang berbeda-beda. Namun, jika Perppu KPK ditolak DPR, Presiden tidak perlu khawatir karena bisa menempuh cara lain yakni judicial review.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Kurang lebih sekitar 2 hari lagi batas akhir bagi Presiden Joko Widodo untuk menandatangani Perubahan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK sejak RUU KPK disahkan menjadi UU pada 17 September lalu. Artinya, sesuai Pasal 73 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, batas waktu 30 hari sejak disahkan dalam rapat paripurna DPR, Perubahan UU KPK itu secara otomatis berlaku efektif pada 17 Oktober 2019 terlepas Presiden Jokowi menandatangani atau tidak?

 

Atau pilihannya, Presiden Jokowi justru akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang pencabutan materi muatan Perubahan RUU KPK. Presiden memang sempat menolak mengeluarkan Perppu KPK, tetapi pernyataannya kemudian berubah setelah bertemu sejumlah tokoh nasional di Istana Negara Jakarta beberapa waktu lalu.  

 

Ia mengatakan Perppu KPK berpeluang diterbitkan, tetapi masih harus dipertimbangkan secara matang, terutama dari sisi politik. Hingga hari ini, keputusan mengeluarkan Perppu KPK atau tidak berikut dasar pertimbangannya belum jelas. Kalaupun Presiden ingin mempertimbangkan dari sisi aspek politik, lalu bagaimana dari sisi aspek hukum? Apa dan bagaimana akibat hukum seandainya Presiden mengeluarkan Perppu KPK?

 

“Tergantung isi Perppunya, apakah Perppu pencabutan, Perppu revisi sebagian, atau Perppu penundaan. Semua punya akibat (hukum) yang berbeda-beda,” ujar Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono saat dikonfirmasi Hukumonline. Baca Juga: Kemungkinan Nasib Uji Materi RUU KPK

 

Seandainya Perppu pencabutan yang diterbitkan, menurut Bayu sama dengan yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono saat mengeluarkan Perppu terkait UU Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Setelah UU Pilkada ditandatangani, Presiden mengeluarkan Perppu yang berarti UU tersebut tidak lagi berlaku seluruhnya. Kalau revisi sebagian, artinya Perppu itu menghapus sebagian pasal-pasal tertentu dalam Perubahan UU KPK yang dianggap tidak sesuai dengan kehendak Presiden serta masyarakat.

 

Nantinya yang berlaku adalah Perubahan UU KPK yang sudah disahkan dan Perppu yang memuat pasal-pasal tertentu. Sementara jika Perppu penundaan, berarti Perubahan UU KPK yang disahkan tersebut tidak bisa berlaku dalam jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tertentu itu, Presiden dan DPR membahas kembali Revisi Perubahan UU KPK.

 

Lalu bagaimana jika nantinya Perppu tidak disetujui DPR? “Perppu itu sifatnya sementara, jika mendapat persetujuan DPR (dalam masa sidang berikutnya), maka berlaku terus. Kalau tidak disetujui, maka dicabut dengan UU Pencabutan Perppu,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait