Label Pemanis Buatan Tak Jelas Berisiko Bahayakan Konsumen
Berita

Label Pemanis Buatan Tak Jelas Berisiko Bahayakan Konsumen

Label pemanis buatan secara terang merupakan bentuk perlindungan konsumen. Sayangnya, implementasinya jauh dari harapan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Perlindungan konsumen nasional pada produk-produk pangan nampaknya masih jauh dari yang diharapkan. Terdapat produk-produk pangan yang beredar tidak menerangkan secara jelas mengenai kandungan bahan kimia yang berisiko bagi kesehatan masyarakat. Salah satunya pemanis buatan disintetik dari bahan kimia untuk memberi rasa manis yang sama dengan pemanis alami.

 

Implementasi aturan pelabelan masih belum maksimal, terlihat dari penandaan tertulis pada label yang kurang terlihat dan terkesan seadanya. Padahal, berbeda dengan gula pada umumnya, pemanis buatan merupakan golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak memiliki nilai gizi apapun. Sehingga acapkali diklaim lebih aman bagi mereka yang ingin menikmati rasa manis tanpa mengkhawatirkan kelebihan kalori.

 

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerangkan terdapat 13 (tigabelas) pemanis dan pemanis buatan yang diizinkan untuk digunaan dalam pangan olahan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, di balik keunggulan rasa manisnya, diduga pemanis buatan dapat menyumbang banyak dampak negaitf bagi kesehatan konsumen. 

 

"Berbagai studi telah dilakukan untuk menguji dampak konsumsi pemanis buatan terhadap kejadain penyakit, seperti gangguan fungsi ginjal, kegemukan, penyakit saraf, hingga kanker. Sehingga beberapa negara sudah membatasi bahkan melarang secara ketat penggunaan pemanis buatan," jelas Ketua Harian YLKI, Tulus Ikhsan Abadi, Selasa (15/10).

 

Berdasarkan regulasi yang ada, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 33 tahun 2012 tantang Bahan Tambahan Pangan (BTP), dan Keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.5.1.4547 tahu 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, dikatakan bahwa ada jenis dan batas tertentu dalam penggunaaan pemanis buatan yang dihitung berdasarkan Acceptable Daily Intake(ADI) dan peraturan penandaan khusus dalam pelabelan pangan olahan berpemanis buatan.

 

Sayangnya, implementasi aturan pelabelan tersebut masih belum maksimal, terlihat dari penandaan tertulis pada label yang kurang terlihat dan terkesan seadanya. Sehingga konsumen tidak menyadari bahwa produk pangan yang dikonsumsi ternyata mengandung pemanis buatan dan ada aturan khusus untuk kebijakan dalam mengonsumsi.

 

Atas kondisi tersebut, Tulus menegaskan pelaku usaha, dan pemerintah dalam bentuk survei dan analisis label produk-produk pangan berpemanis buatan, khususnya yang berisiko dikonsumsi oleh anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui. 

Tags:

Berita Terkait