Menduniakan Prinsip Hukum Internasional yang Tumbuh di Negara-negara Asia
Berita

Menduniakan Prinsip Hukum Internasional yang Tumbuh di Negara-negara Asia

Hukum internasional senantiasa menjadi landasan bagi Indonesia dalam membentuk inisiatif kerjasama internasional.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Development of International Law in Asia (DILA) menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk ‘The Grand Anatomy of State Practice In International Law In Asia for the Last 30 Years: Past, Present and Future’, 15-16 Oktober 2019. Foto: HMQ
Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Development of International Law in Asia (DILA) menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk ‘The Grand Anatomy of State Practice In International Law In Asia for the Last 30 Years: Past, Present and Future’, 15-16 Oktober 2019. Foto: HMQ

Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Development of International Law in Asia (DILA) menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk ‘The Grand Anatomy of State Practice In International Law In Asia for the Last 30 Years: Past, Present and Future’, 15 - 16 Oktober 2019. Konferensi yang mengkaji beragam praktik hukum internasional yang berkembang di Negara-negara Asia itu dihadiri oleh 108 Peserta yang mewakili 23 Negara, baik Negara Asia maupun non-Asia.

 

Konferensi membahas berbagai isu-isu strategis mengenai hukum internasional dan perkembangannya di Asia seperti isu-isu Maritim, HAM, Lingkungan, Perdagangan, dan Investasi. Kegiatan Konferensi DILA ke-30 ini merupakan hasil kerja sama Kementerian Luar Negeri, DILA dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

 

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Dr. iur. Damos Agusman dalam sambutan awal menjelaskan bahwa sejak merdeka Indonesia telah memanfaatkan hukum internasional untuk mendapatkan pengakuan internasional dari negara-negara lain. Indonesia menjadi salah satu contoh negara di Asia yang berkontribusi dalam pembentukan hukum internasional sebagaimana dibuktikan dengan diakuinya konsep negara kepulauan dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

 

Bahkan, Ia menyebut DILA didirikan pada tahun 1989 di Belanda atas inisiatif putra-putra terbaik Indonesia dan bertujuan untuk mendorong studi dan analisis topik dan isu di bidang hukum internasional, khususnya dalam perspektif Asia. “Untuk itu, Konferensi DILA ke-30 diharapkan dapat menjadi pendorong diplomasi dengan negara-negara di Asia, khususnya Indonesia, dalam mendukung perkembangan hubungan dan hukum internasional,” katanya.

 

Disambangi terpisah, Guru Besar Hukum Internasional FHUI yang sekaligus merupakan Ketua DILA, Hikmahanto Juwana menerangkan berdirinya DILA tak terlepas dari kehendak ketiga pendiri DILA untuk melihat dan mengukur seberapa besar perkembangan hukum internasional di berbagai Negara di Asia. Ketiga pendiri DILA itu terdiri dari Ko Swan Sik (Indonesia), MCW Pinto (Sri Lanka) dan JJG Syatauw (Indonesia). Ketiga pendiri ini, katanya, kala itu sama-sama tinggal di Belanda dan bekerja di berbagai institusi di Belanda. Tetapi pendiri dengan disiplin keilmuan hukum internasional sekaligus merupakan professor dan Indonesia adalah Prof. Ko Swan Sik dan Prof. JJG Syatauw.

 

Kalau selama ini bila bicara hukum Internasional lebih banyak merujuk ke Eropa, Amerika dan Australia, maka lewat DILA ini dicetuskan bagaimana melihat perkembangan hukum internasional di Asia termasuk prinsip-prinsip hukum internasional yang lahir dari pemikiran para ahli di Asia. Untuk merealisasikan visi itu, katanya, sejak awal diberdirikannya DILA para pendiri telah membuat sebuah ‘Asian Year book of International Law’. “Seperti jurnal, tapi bukan jurnal,” terangnya.

 

(Baca: Indonesia Tuan Rumah Konferensi Hukum Internasional Kawasan Asia)

 

Disitu dimuat berbagai artikel dan tulisan ilmiah dari para ahli tentang bagaimana praktek hukum internasional di Negara-negara Asia (state practice) seperti UU baru atau Putusan-putusan pengadilan terkait hukum internasional di Asia turut dimasukkan dalam Asian Year Book of International Law. Setelah program ini berjalan sekian lama, para pendiri sudah semakin sepuh, barulah para pakar-pakar hukum internasional muda mulai meneruskan estafet kepengurusan DILA, seperti Kevin YL Tan (DILA-Singapore), Seokwoon Lee (DILA-Korea) dan Hikmahanto sendiri (Chairman of DILA foundation).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait