Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR periode 2014-2019 telah berakhir sejak 30 September 2019 lalu. Secara kuantitas kinerja legislasi DPR periode 2014-2019 mengalami penurunan cukup signifikan dibanding periode sebelumnya. Selain kuantitas, kualitas (materi muatan) produk legislasi pun kerap berujung “gugatan” ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran dinilai bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945).
Hal ini disebabkan minimnya DPR-pemerintah menyerap aspirasi atau masukan publik dalam proses penyusunan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU). Padahal, idealnya proses pembahasan RUU dilakukan secara terbuka untuk menyerap aspirasi publik agar sesuai kebutuhan masyarakat.
Pandangan itu disampaikan Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC) Muhammad Ichsan dalam sebuah diskusi bertajuk “Tinjauan dan Tantangan Fungsi Legislasi DPR” di Jakarta, Kamis (17/10/2019). “Banyaknya UU yang disahkan, lalu di-judicial review di MK menunjukan DPR kurang mengakomodir aspirasi masyarakat sebagai stakeholder. DPR seolah tutup kuping enggan mendengar masukan masyarakat,” ujar Muhammad Ichsan. Baca Juga: Penyebab Menurunnya Produk Legislasi DPR
Berdasakan catatan IPC, kata Ichsan, ada 78 UU yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 diantaranya 14 UU dimohonkan uji materi ke MK oleh sejumlah warga masyarakat dengan total sebanyak 116 permohonan.
Berikut 14 UU yang kerap dimohonkan pengujian UU di MK.
|
Menurut Ichsan, dari 116 permohonan uji materi itu, tercatat 11 permohonan dikabulkan sebagian dan 1 permohonan dikabulkan seluruhnya. Dengan banyaknya permohonan uji materi atas produk UU yang dihasilkan menunjukan ketidakpuasan publik dalam proses pembahasan RUU di DPR. “Sekaligus menegaskan bahwa UU yang dihasilkan tidak efektif dan menimbulkan ketidakpastian hukum,” dalihnya.
Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Aditya Perdana berpandangan kinerja DPR periode 2014-2019 tak lebih baik daripada periode sebelumnya. Menurutnya, Parlemen Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan. Malahan kinerja DPR sejak era reformasi pun dinilai mengecewakan. “Apalagi produk legislasinya rendah. Periode 2014-2019 hanya 78 UU, ini titik terendah,” kata dia dalam kesempatan yang sama.