Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS
Setahun OSS

Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS

Meski jauh dari kata sempurna, BPKM mengklaim pelaku usaha menyambut positif keberadaan OSS.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: DIT
Ilustrasi: DIT

Setahun berjalan, pelaksanaan Online Single Submission (OSS) dinilai masih memiliki banyak kekurangan. Program ini resmi diluncurkan pada Juli 2018 lalu, dengan harapan memberikan kemudahan berusaha terutama dari segi perizinan kepada investor yang ingin menanamkan modalnya di seluruh wilayah Indonesia.

 

Sebagai payung hukumnya, pemerintah menerbitkan PP No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Adapun konsep yang diusung dalam PP ini adalah mengubah rezim perizinan terdahulu dengan cara menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Usaha, dan Izin Lokasi (tanpa komitmen) di awal. Kemudian komitmen dasar seperti IMB, Izin Lingkungan (AMDAL), dan izin lainnya dipenuhi secara bertahap sesuai jangka waktu yang diatur dalam PP OSS.

 

OSS hadir dalam bentuk platform, artinya perizinan bisa diurus melalui online. Lantaran semangatnya adalah kemudahan maka pelaku usaha cukup memasukkan berkas dan memilih jenis usaha dan jenis perizinan yang sudah tersedia di OSS, maka berkas akan terdistribusi ke seluruh daerah di Indonesia.

 

Namun nyatanya pelaksanaan OSS tak semudah yang dibayangkan. Aplikasi OSS dinilai belum lengkap dalam menyediakan jenis usaha dan perizinan yang ada di Indonesia, dan persoalan sistem yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan daerah.

 

Beberapa hambatan itu menjadi temuan oleh Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). KPPOD melakukan studi evaluasi setahun implementasi OSS. Dalam temuan KPPOD, Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga masalah utama dalam pelaksanaan OSS yakni dari aspek regulasi, aspek sistem dan aspek tata laksana.

 

Dari aspek regulasi ada tiga hal yang menjadi catatan. Apa saja? Pertama, adanya disharmoni aturan antara Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) terhadap PP OSS, contohnya NSPK Perindustrian dan NSPK Pariwisata. Akibatnya, terjadinya tambahan prosedur pemenuhan komitmen di sektor peridustrian. Kedua, NSPK tidak lengkap sehingga Pemerintah Daerah (Pemda) memutuskan untuk menggunakan peraturan lama dan tidak sinkron dengan OSS. Ketiga, substansi NSPK sektor tidak memadai.

 

Kemudian aspek sistem, mayoritas daerah kesulitan mengintegrasikan OSS, database perizinan masih belum terklarifikasi, tidak tersedia fitur E-Payment, tidak semua daerah memiliki Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), dan adanya tambahan prosedur di aplikasi K/L yang justru dinilai menghambat proses.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait