Perludem Minta Pemilu Serentak Nasional dan Daerah Terpisah
Berita

Perludem Minta Pemilu Serentak Nasional dan Daerah Terpisah

MK diminta putuskan pemilu serentak nasional untuk memilih DPR, Presiden, dan DPD (Pemilu 2024). Dan dua tahun setelah pemilu serentak nasional dilaksanakan pemilu serentak daerah untuk memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perbaikan pengujian sejumlah pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Sidang perkara Nomor 55/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak.  

 

Perludem memohon pengujian Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu; serta Pasal 3 ayat (1), Pasal 201 ayat (7) dan Pasal 201 ayat (9) UU Pilkada bertentangan dengan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 secara bersyarat. Misalnya, Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu: “Pemungutan Suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.” Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.” 

 

Kuasa Hukum Perludem Fadli Ramadhanil menyampaikan perbaikan permohonan berupa penguatan argumentasi dasar pengujian pasal-pasal tersebut. Menurut Pemohon, dalam membangun sistem presidensiil yang efektif diperlukan pemilihan presiden/wakil presiden yang diselenggarakan secara serentak dengan pemilihan anggota DPR.

 

Hal ini selayaknya berlaku juga untuk pemilihan kepala daerah secara serentak bersama pemilu anggota DPRD. Kendati tidak disebutkan secara ekplisit dalam UU Pemilu, sambungnya, dalam kerangka politik bahwa hubungan DPR dan kepala daerah tidak bisa dipisahkan termasuk pula dengan jadwal keserentakan pemilihannya.  

 

“Jika tidak serentak, maka akan mengakibatkan tidak efektifnya pemerintahan dan otonomi daerah,” ujar Fadli dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Palguna didampingi Wahiduddin Adams dan Enny Nurbaningsih selaku anggota majelis di ruang sidang MK, Rabu (16/10/2019) seperti dikutip laman MK. Baca Juga: Jumlah Pidana Pemilu Serentak 2019 Meningkat Tajam

 

Fadlli juga menyebutkan bahwa kenyataan bahwa pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota DPRD yang tidak diselenggarakan secara serentak tersebut menghadirkan konfigurasi politik yang berbeda-beda dan ini mempengaruhi pula pada penguatan kerja sistem presidensiil. 

 

Karena itu, pemilihan yang serentak ini seharusnya dapat dilakukan serentak karena tidak ada pembedaannya. Mulai dalam hal asas, prinsip, dan penyelenggara, sampai pada rangkaian kegiatan pemilihannya sama. “Sehingga ini menghasilkan pemilihan yang jauh lebih kredibel dan rasional dalam mewujudkan demokrasi itu sendiri,” ujar Fadli.

Tags:

Berita Terkait