Penjelasan Hukum Soal Pelantikan Presiden RI Harus 20 Oktober
Utama

Penjelasan Hukum Soal Pelantikan Presiden RI Harus 20 Oktober

Konvensi hukum tata negara sejak pemilihan Presiden pertama pasca reformasi.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Joko Widodo saat dilantik menjadi Presiden RI Periode 2014-2019 di Gedung DPR/MPR. Foto: RES
Joko Widodo saat dilantik menjadi Presiden RI Periode 2014-2019 di Gedung DPR/MPR. Foto: RES

“Sebenarnya istilah pelantikan tidak ditemukan dalam UUD 1945, yang ada bahwa Presiden dan Wakil Presiden ini mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Majelis Persmusyaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebelum memangku jabatannya,” kata Bayu Dwi Anggono, Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, mengawali penjelasannya kepada hukumonline.

 

Bayu meluruskan salah kaprah konsep ‘pelantikan’ Presiden dan Wakil Presiden yang telanjur dikuatkan dalam pasal 33 UU No.17 Tahun 2014 jo. No.42 Tahun 2014 jo. No.2 Tahun 2018 jo. No.13 Tahun 2019 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

 

Menurut Bayu, ketentuan hukum tata negara pasca amandemen konstitusi era reformasi telah menempatkan lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat sejajar dengan lembaga kepresidenan. Tidak tepat untuk mengatakan Presiden RI pasca amandemen dilantik oleh MPR. Presiden dan Wakil Presiden hanya disaksikan dalam pengucapan sumpah jabatannya itu oleh MPR.

 

Apakah periode tersebut harus dimulai pada tanggal 20 Oktober? Ia mengatakan bahwa konstitusi hanya mengatur durasi periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama lima tahun. Satu-satunya yang ditegaskan UUD 1945 adalah periode tersebut harus diawali dengan mengucapkan sumpah jabatan di hadapan MPR atau DPR.

 

“Kalau kita lihat, itu harus pada saat berakhirnya masa jabatan Presiden sebelumnya, agar tidak terjadi kekosongan jabatan Presiden,” ujarnya. Mengenai tanggal 20 Oktober, Bayu merujuk pada perjalanan sejarah pergantian masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia sejak era Presiden Gus Dur. Tepat 20 tahun lalu, Gus Dur mulai menjabat pada 20 Oktober 1999 setelah memenangkan pemilihan Presiden yang masih dilakukan oleh MPR.

 

Ia mengingatkan bahwa saat Gus Dur mengucapkan sumpah jabatan Presiden, belum terjadi amandemen UUD 1945. Saat itu Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak. Supremasi MPR saat itu menempatkannya lebih tinggi dari Presiden dan Wakil Presiden. Gus Dur dipilih oleh MPR sebagai Presiden pada 20 Oktober 1999 dan langsung dilantik oleh MPR pada hari yang sama.

 

“Beliau dipilih dan dilantik MPR pada 20 Oktober 1999, jadi dihitung perode lima tahun sejak itu ketemu tanggal 20 Oktober 2004,” Bayu menjelaskan. Sejak saat itu tanggal 20 Oktober menjadi hari pergantian periode kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait