Meski Dihujat, Banyak Hal Baru dalam RUU KUHP Patut Diapresiasi
Berita

Meski Dihujat, Banyak Hal Baru dalam RUU KUHP Patut Diapresiasi

Banyak rincian tertulis sebagai rambu-rambu hakim menjatuhkan sanksi pidana. Tegas berpihak pada keadilan jika terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Diskusi tentang RUU KUHP yang diselenggarakan Bagian Pidana FH UI. Foto: Edwin
Diskusi tentang RUU KUHP yang diselenggarakan Bagian Pidana FH UI. Foto: Edwin

Penolakan atas RUU KUHP menjadi salah satu isu yang mendorong gelombang unjuk rasa mahasiswa secara besar-besaran bulan September lalu. Ditolak bersama-sama dengan UU KPK hasil revisi, RUU KUHP tampak hadir sebagai ‘mimpi buruk’ lain bagi era reformasi Indonesia. Namun apakah memang tak ada yang bisa diapresiasi dari isi RUU KUHP terbaru yang telah dirancang selama puluhan tahun itu?

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo menjamin bahwa pada dasarnya isi RUU KUHP tidak keluar dari pakem asas-asas pidana dan pemidanaan yang telah dikenal. “Tidak ada asas yang berubah, tidak ada asas baru yang tidak dikenal dalam dunia pidana,” katanya kepada hukumonline.

Prof. Tuti—begitu ia bisa disapa—adalah salah satu ahli hukum pidana yang terlibat dalam perumusan RUU KUHP. Sebagai ahli hukum, ia menjelaskan hal-hal baru dalam revisi KUHP dalam diskusi ilmiah Bidang Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).

Sejumlah hal baru tersebut tidak diatur sebelumnya dalam KUHP warisan era kolonial yang masih berlaku. Bahkan hal-hal yang baru tersebut nampak bisa menjadi jaminan bahwa pasal-pasal yang dianggap ‘mimpi buruk’ hanya akan bekerja dalam rangka memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Berikut rangkuman hal-hal baru dalam RUU KUHP yang menurut Tuti patut diapresiasi.

1. Memuat tujuan pemidanaan

“Pertama adalah tujuan pemidanaan yang tidak dalam KUHP (sekarang),” kata Tuti. Tujuan pemidanaan ini pada dasarnya adalah filosofi dari menjatuhkan sanksi hukum yang telah dikenal luas. Ia menyebutkan ada empat tujuan pemidanaan yang dimuat secara tertulis oleh rangkaian tim perumus RUU KUHP. Dua di antaranya diambil dari tradisi Indonesia.

(Baca juga: Menkumham Diminta Susun Kembali Roadmap Kebijakan Pidana).

Pertama, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat. Kedua, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna. Ketiga, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat. Terakhir, keempat, menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. “Para perancang RUU KUHP sejak dulu sudah memasukkan nilai-nilai Indonesia,” ujarnya. Tuti mengatakan bahwa tujuan ketiga dan keempat kental dengan nilai-nilai dalam hukum adat di Indonesia.

2. Memuat pedoman pemidanaan

“Pembuat undang-undang tentang kekuasaan kehakiman sudah menyadari bahwa hukum dan keadilan itu bukan satu napas, pasti ada hukum yang tidak adil,” kata Tuti. Ia merujuk salah satu pengaturan yang sudah dikenal luas soal fungsi hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait