Advokat Ini Turut Minta MK Batalkan Perubahan UU KPK
Berita

Advokat Ini Turut Minta MK Batalkan Perubahan UU KPK

Para Pemohon meminta MK membatalkan Perubahan UU KPK ini karena tidak memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Setelah dipersoalkan sejumlah advokat dan mahasiswa, UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) kembali “digugat” di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohonnya, Gregorius Yonathan Deowikaputra yang berprofesi sebagai pengacara.

 

Dalam permohonannya, Gregorius mengklaim sebagai pemilih tetap dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mempunyai hak untuk memilih anggota DPR. Pemohon merasa dirugikan dengan kinerja DPR yang telah dipilih dan diberi mandat menjalankan fungsinya, antara lain fungsi legislasi yang tidak melaksanakan amanah tersebut secara baik, jujur, adil, terbuka, itikad baik, dan bertanggung jawab.  

 

“Ini terbukti dengan disetujuinya Perubahan Kedua UU KPK yang sejak awal rancangannya telah mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat yang pembahasannya timbul tenggelam sejak tahun 2010,” ujar Gregorius dalam sidang pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di ruang sidang MK, Rabu (30/10/2019) sebagaiman dikutip laman resmi MK.

 

Gregorius yang hadir tanpa pengacara melansir sejumlah pemberitaan media bahwa proses pembentukan Perubahan Kedua UU KPK dapat dikatakan telah dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi tanpa melibatkan masyarakat luas. Buktinya, masyarakat sulit mengakses risalah rapat di laman resmi DPR terkait pembahasan mengenai Revisi UU KPK ini.

 

Adanya fakta tersebut, kata dia, jelas bahwa Perubahan Kedua UU KPK tidak dilandasi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan serta keterbukaan yang merupakan asas-asas yang harus diterapkan DPR dalam proses pembentukan suatu undang-undang sebagaimana digariskan Pasal 118 Tata Tertib DPR.

 

“Dilanggarnya asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dalam pembentukan UU a quo terbukti dengan banyaknya penolakan masyarakat luas. Ini bukti nyata UU a quo tidak bermanfaat dan tidak dibutuhkan masyarakat luas. Asas keterbukaan pun telah dilanggar karena tidak terbukanya akses publik untuk dapat memberi masukan dan usulan atas pembahasan UU tersebut,” papar Gregorius.

 

Karena itu, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan proses pembentukan UU a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Baca Juga: 25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK

Tags:

Berita Terkait