Pengangkatan-Pemberhentian Pejabat Daerah Wewenang Mendagri Dipersoalkan
Berita

Pengangkatan-Pemberhentian Pejabat Daerah Wewenang Mendagri Dipersoalkan

Pemohon diminta mempelajari bentuk dan sistematika permohonan, menguraikan kedudukan hukum, dan hak konstitusional yang terlanggar dengan berlakunya pasal-pasal yang diuji.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 83A ayat (1), (2) UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) di ruang sidang MK, pada Rabu (30/10/2019) kemarin. Perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 64/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh Asrullah yang berstatus mahasiswa.

 

Dalam permohonan ini, Pemohon menilai pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural di pemerintahan daerah oleh Menteri, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, bertentangan konstitusi yang menganut filosofi otonomi daerah dan desentralisasi.        

 

Selengkapnya, Pasal 83A ayat (1) UU Adminduk berbunyi, “Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di provinsi diangkat dan diberhentikan oleh menteri atas usulan gubernur.” Sedangkan Pasal 83A ayat (2) berbunyi, “Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani adminstrasi kependudukan di kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh menteri atas usulan bukati/walikota melalui gubernur.”

 

“Kedua pasal itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5); Pasal 18A ayat (2); Pasal 28C ayat (1); Pasal 28D ayat (1); Pasal 28H ayat (2), serta Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945,” ujar Asrullah dalam persidangan sebagaimana dikutip laman resmi MK.

 

Asrullah menegaskan UU Adminduk telah memasukkan rezim pengangkatan dan pemberhentian pejabat tinggi pratama di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota menjadi kewajiban menteri. Pejabat struktural yang dimaksud dalam pasal a quo tidak dijelaskan secara otentik. Namun pengaturannya didelegasikan penjabarannya pada peraturan perundang-undangan yang lebih teknis tentang pembinaan dan pengembangan karier.

 

Menurutnya, pasal yang diujikan secara moral dan filosofi bertentangan dengan prinsip desentralisasi kekuasaan (dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah) dan (menghambat) upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan kekhasan suatu daerah dalam kerangka sistem NKRI.

 

“Karena itu, pemberian kewenangan pada menteri dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural dalam bidang kependudukan dan catatan sipil di level provinsi dan kabupaten/kota tidaklah sesuai dengan semangat konstitusi dan filosofi otonomi daerah,” ujar Asrullah di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra yang didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams.

Tags:

Berita Terkait