Urgensi UU Fintech Jerat Pidana Pelaku Fintech Ilegal
Berita

Urgensi UU Fintech Jerat Pidana Pelaku Fintech Ilegal

Ketiadaan UU Fintech menyebabkan regulator dan kepolisian sulit menindak pelaku fintech ilegal.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kemunculan entitas financial technology peer to peer lending (fintech P2P) kian menjamur menawarkan layanan pinjaman dana online  masyarakat. Meski telah diblokir, aplikasi fintech ilegal tersebut tetap bermunculan di tengah kemudahaan seseorang membuat aplikasi dan menawarkan pinjaman tersebut. Regulator bahkan mengaku kesulitan menindak para pelaku tersebut karena tidak jelasnya identitas pemilik usaha entitas fintech ilegal.

 

Satgas Waspada Investasi (SWI) mengumumkan total entitas fintech lending ilegal yang ditangani sejak tahun 2018 sampai 31 Oktober 2019 sebanyak 1.773 entitas fintech lending ilegal. Jumlah tersebut berisiko terus bertambah seiring belum ada tindakan penangkapan pendiri usaha fintech ilegal.

 

“Kami kesulitan karena meski kami blokir mereka (fintech ilegal) dapat dengan mudah membuat aplikasi serupa dalam waktu cepat,” jelas Ketua SWI, Tongam Lumban Tobing, Kamis (31/10).

 

Tongam melanjutkan salah satu yang diperlukan saat ini berupa dukungan regulasi untuk menindak para pelaku fintech ilegal tersebut. Dia mendorong pemerintah bersama DPR RI segera mengesahkan Undang Undang Fintech untuk menjerat pidana pendiri fintech ilegal. Sebab, regulasi saat ini sanksi yang diberikan masih sebatas administrasi berupa pemblokiran atau penghentian kegiatan usaha.

 

“UU Fintech itu dibutuhkan sebab fintech ilegal itu termasuk ranah pidana,” jelas Tongam.

 

Tantangan lain dalam penindakan fintech ini yaitu tidak jelasnya keberadaan entitas. SWI sebelumnya mengumumkan berdasarkan hasil penelusuran terhadap lokasi server entitas tersebut, sebanyak 42% entitas tidak diketahui asalnya, diikuti dengan 22% dari Indonesia, 15% dari Amerika Serikat, dan sisanya dari berbagai negara lain. Namun, hal tersebut juga tidak menunjukkan identitas sesungguhnya dari pelaku di balik entitas tersebut.

 

Perlu diketahui, fintech ilegal bukan merupakan ranah kewenangan OJK karena tidak ada tanda terdaftar dan izin dari OJK sedangkan yang menjadi ranah kewenangan OJK adalah Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK. Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK maka OJK dapat melakukan penindakan terhadap Fintech tersebut.

 

Meski demikian, Tongam menjelaskan SWI mendorong proses hukum kepada para pelaku fintech ilegal yang melakukan penagihan tidak beretika berupa teror, intimidasi, atau tindakan tidak menyenangkan lainnya. Dalam rangka penindakan terhadap fintech peer-to-peer lending ilegal tersebut, Satgas Waspada Investasi meminta kepada masyarakat melaporkan entitas tersebut ke Kepolisian Republik Indonesia apabila ditemukan ada unsur pidana.

Tags:

Berita Terkait