Presiden Tak Perlu Tunggu Putusan MK untuk Terbitkan Perppu KPK
Utama

Presiden Tak Perlu Tunggu Putusan MK untuk Terbitkan Perppu KPK

Karena alasan Presiden menghargai MK yang tengah mengadili pengujian Perubahan UU KPK tidak dikenal dalam hukum tata negara. Karena itu, penyelesaian polemik Perubahan UU KPK ini lebih tepat melalui penerbitan Perppu KPK oleh Presiden.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Polemik terbit atau tidaknya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) terus menjadi perbincangan publik. Terutama, setelah Presiden Jokowi menyatakan tidak akan mengeluarkan Perppu KPK sebelum ada putusan pengujian UU KPK. 

 

Alasan Presiden menghargai proses pengujian Perubahan UU KPK yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai adab sopan santun dalam kehidupan bertata negara. "Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertata negara," ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, Jum’at (1/11/2019).  

 

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menilai adab sopan santun bertata negara tidak dikenal dalam hukum tata negara. Justru, jika adab sopan santun bertata negara dijalankan akan terjadi kemandekan dalam bernegara. Misalnya, karena adab sopan santun anggota BPK tidak berani mengawasi pengelolaan anggaran DPR karena mereka dipilih oleh DPR.  

 

Begitu pula KPK tidak berani menindak anggota DPR yang terlibat kasus korupsi karena mereka dipilih oleh DPR. “Jika ini yang terjadi, maka rakyat yang dirugikan. Terjadi kemandekan bernegara,” kata Bayu ketika dihubungi, Selasa (5/11/2019). Baca Juga: Alasan Presiden Tak Terbitkan Perppu KPK Dinilai Menyesatkan

 

Menurut Bayu, adab sopan santun itu lebih tepat jika dikaitkan dengan pemimpin yang mengingkari janji kampanye. Sejak terpilih sebagai Presiden periode 2014-2019, Bayu menilai Presiden Jokowi tidak pernah serius atau kemauan menjalankan program pemberantasan korupsi dan memperkuat KPK.

 

Padahal dalam periode tersebut, Presiden Jokowi sedikitnya punya 3 kesempatan untuk membuktikan komitmen dan keseriusannya terhadap isu antikorupsi. Pertama, Presiden Jokowi seharusnya tidak menerbitkan Surat Presiden (surpres) yang memerintahkan jajarannya untuk membahas revisi UU KPK dengan DPR. Tapi faktanya, Presiden menerbitkan surpres.

 

Kedua, saat pembahasan revisi UU KPK di DPR Presiden bisa menarik menterinya agar tidak melanjutkan pembahasan, tapi itu tidak dilakukan. Ketiga, saat hasil revisi UU KPK disetujui Presiden Jokowi tidak menandatanganinya, tapi juga tidak menerbitkan Perppu. “Kalau begini dimana komitmen pemberantasan korupsi Presiden Jokowi?”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait