Pemindahan Ibukota Wajib Lindungi Mangrove dan Satwa
Berita

Pemindahan Ibukota Wajib Lindungi Mangrove dan Satwa

Karena Indonesia termasuk rumah terbesar bagi ekosistem mangrove di dunia. Tahun 2018 tersisa 16 ribu hektar mangrove di teluk Balikpapan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kawasan hutan. Foto: SGP
Ilustrasi kawasan hutan. Foto: SGP

Pemerintah merencanakan memilih Provinsi Kalimantan Timur menjadi ibukota negara baru menggantikan DKI Jakarta. Di wilayah calon kuat ibukota negara itu akan dibangun di 2 kabupaten/kota yaitu Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara.

 

Pengkampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga menilai rencana pemindahan ibukota itu berdampak meningkatnya tekanan terhadap eksistensi lingkungan hidup di wilayah Teluk Balikpapan. Anggi menjelaskan teluk Balikpapan merupakan titik sentral lingkungan bagi ibukota negara di Kalimantan Timur, karena letaknya tepat di tengah kabupaten Penajam Paser Utara, Kutai Kertanegara, dan kota Balikpapan.

 

Menurutnya Indonesia merupakan rumah terbesar bagi ekosistem mangrove di dunia. Dan teluk Balikpapan merupakan salah satu representasi dari ekosistem mangrove di Indonesia. Tersisa sekitar 16 ribu hektar mangrove pada tahun 2018 di teluk Balikpapan, dan jika dibandingkan dengan data tahun 1995 kita telah kehilangan sekitar 700 hektar,” kata Anggi ketika dikonfirmasi, Senin (11/11/2019). Baca Juga: DPR Bakal Libatkan Masyarakat Sipil Sikapi Pemindahan Ibukota

 

Anggi berpendapat gencarnya pembangunan industri berkontribusi besar terhadap perusakan mangrove selama lebih dari 2 dekade terakhir. Perda RTRW Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016 bahkan merencanakan untuk merusak hampir keseluruhan ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Salah satu konversi yang direncanakan adalah perluasan kawasan industri, kawasan kehutanan, dan perkebunan.

 

Anggi mengingatkan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 memasukan ekosistem mangrove itu ke dalam fungsi perlindungan. Dengan mengusung Forest City dan melalui pendekatan Pembangunan Rendah Karbon (PRK), seharusnya pembangunan ibukota negara di Teluk Balikpapan menjadi pemecah masalah lingkungan karena kebijakan yang tidak tepat, seperti Perda RTRW Provinsi Kalimantan Timur.

 

Pemerhati lingkungan dari Forum Peduli Teluk Balikpapan Husein mengatakan sejak tahun 2011 pihaknya telah merekomendasikan teluk Balikpapan untuk menjadikan kawasan konservasi kepada Gubernur Kalimantan Timur. Husein mengungkapkan sempat ada kajian yang dilakukan Yayasan RASI bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur yang merekomendasikan teluk Balikpapan sebagai kawasan konservasi.

 

Sayangnya, sampai sekarang Gubernur Kalimantan Timur belum merespon, bahkan Husein mengatakan Surat Rekomendasi Walikota Balikpapan kepada Gubernur Kalimantan Timur tertanggal 31 Januari 2019 juga belum mendapat tanggapan yang jelas. “Konsep pembangunan ibukota negara di Kalimantan Timur seharusnya mengedepankan soal keberpihakan terhadap lingkungan. Melindungi ekosistem mangrove dan satwa di Teluk Balikpapan,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait