Alasan Pemerintah Tolak Kewenangan PDTT BPK Dihapus
Berita

Alasan Pemerintah Tolak Kewenangan PDTT BPK Dihapus

Jika MK menghilangkan (menghapus) kewenangan PDTT BPK dapat menjadi celah hukum melemahkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara. Justru, adanya kewenangan pemeriksaan PDTT, BPK telah berhasil mengungkap banyak penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi Pasal 6 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan (UU BPK) dan Pasal 4 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara terkait kewenangan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah.

 

Kepala Biro Advokasi Kementerian Keuangan Tio Serepina Siahaan menilai kewenangan PDTT merupakan original intent pembentuk UU yang memberi ruang kepada BPK melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan mendalam terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang belum dapat ditemukan melalui pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan laporan keuangan semua lembaga negara baik pusat atau daerah.

 

Ia menjelaskan Pasal 5 ayat (1) UU Pemeriksaan Keuangan Negara, seluruh pemeriksaan dilakukan BPK, baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun PDTT harus mengacu pada standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan disusun oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Standar Pemeriksaaan Keuangan Negara (SPKN) mengacu pada The Generally Accepted Government Auditing Standard.

 

“Dalil Pemohon yang menyatakan PDTT mengakibatkan potensi adanya abuse of power terbukti dalil yang mengada-ada. Karena, seluruh pemeriksaan oleh BPK termasuk PDTT telah diatur secara ketat pelaksanaanya dan standar pemeriksaanya melalui SPKN,” kata Tio di ruang sidang MK, Senin (11/11/2019).

 

Menurutnya, Pemohon yang mempertanyakan mengapa ada lembaga negara yang sudah mendapatkan opini WTP tetap dikenakan PDTT menunjukkan kekurangpahaman terhadap proses pemeriksaan laporan keuangan dan makna dari WTP. Sebab, opini WTP diberikan BPK setelah melakukan pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan atas laporan keuangan.

 

Dia menerangkan yang diperiksa BPK saat mengeluarkan opini WTP hanya mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dengan mempertimbangkan aspek kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); kecukupan pengungkapan sesuai yang diatur dalam SAP; kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern.

 

“WTP bukanlah menjadi stempel pasti bahwa tidak terdapat pelanggaran pengelolaan keuangan negara pada lembaga dimaksud karena yang dinilai adalah apakah laporan keuangan itu sudah disusun secara wajar,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait