Prof. Fauzie Hasibuan: Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak di Indonesia Harus Menekankan Keadilan
Berita

Prof. Fauzie Hasibuan: Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak di Indonesia Harus Menekankan Keadilan

Keseimbangan posisi tawar-menawar dalam negosiasi kontrak harus dijaga dengan prinsip keterbukaan dan keseimbangan.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Fauzie Yusuf Hasibuan saat orasi ilmiah penerimaan gelar Profesor untuknya di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Selasa (12/11). Foto: NEE
Fauzie Yusuf Hasibuan saat orasi ilmiah penerimaan gelar Profesor untuknya di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Selasa (12/11). Foto: NEE

Asas kebebasan berkontrak telah diakui secara universal sebagai dasar perikatan perdata antara subjek hukum. Namun penerapannya pasti disertai sejumlah syarat berdasarkan politik hukum di masing-masing negara. Hanya saja, pelaksanaan asas kebebasan berkontrak kerap lebih memperhatikan aspek kepastian hukum.

 

Dalam perkembangannya, pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dapat menimbulkan ketidakadilan,” kata Fauzie Yusuf Hasibuan dalam orasi ilmiah penerimaan gelar Profesor untuknya di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Selasa (12/11) lalu. Fauzie memberikan kritik atas pelaksanaan asas tersebut yang kerap mengabaikan ketimpangan posisi negosiasi.

 

Jika keseimbangan proses negosiasi tidak dapat diwujudkan, maka kontrak tersebut tidak memberikan keadilan,” Fauzi menjelaskan. Melalui pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar bidang Ilmu Hukum, ia mendorong agar hukum kontrak yang berlaku di Indonesia lebih menekankan aspek keadilan.

 

Caranya dengan mengadopsi prinsip keterbukaan dan keseimbangan dalam Statute of International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT). Terlebih lagi Indonesia telah mengesahkan statuta tersebut dengan Peraturan Presiden No.59 Tahun 2008. “Jika para pihak mengadopsi prinsip keterbukaan dan keseimbangan, akan memunculkan rasa keadilan bagi para pihak,” katanya.

 

Fauzie, yang masih menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia periode 2015-2020, ini menilai dua prinsip tersebut sebagai solusi adil. Pihak yang lemah posisinya dalam negosiasi bisa mendapatkan perlindungan kepentingan. “Pihak yang kuat harus mau dan mampu menyampaikan berbagai informasi yang dibutuhkan pihak yang lemah,” ujar Fauzie.

 

Baca:

 

Hukum perikatan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata saat ini diakuinya telah memuat sejumlah pembatasan asas kebebasan berkontrak. Hanya saja semua pembatasan lebih berpihak pada aspek kepastian hukum. Ia menyebut pasal 1320, 1332, 1335, dan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai dasarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait