DPR: Evaluasi Pilkada Langsung Butuh Kajian Mendalam
Berita

DPR: Evaluasi Pilkada Langsung Butuh Kajian Mendalam

Menurut Komisi II DPR, ada empat hal yang perlu dikaji lebih mendalam jika ingin mengevaluasi sistem pilkada secara langsung.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Akankah Pemilihan Kepala Daerah Dikembalikan ke DPRD?' di Komplek Gedung Parlemen Jakarta, Kamis (15/11/2019). Foto: RFQ
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Akankah Pemilihan Kepala Daerah Dikembalikan ke DPRD?' di Komplek Gedung Parlemen Jakarta, Kamis (15/11/2019). Foto: RFQ

Keinginan Mendagri Tito Karnavian untuk mengevaluasi pemilihan kepala daerah langsung dengan dalih banyak mudharat-nya (kelemahannya) terutama berbiaya tinggi menjadi dirkursus perbincangan publik. Sebab, ada kekhawatiran sejumlah pihak, sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) yang selama ini dilakukan secara langsung oleh rakyat bakal dikembalikan ke DPRD.      

 

Persoalan ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “Akankah Pemilihan Kepala Daerah Dikembalikan ke DPRD?” di Komplek Gedung Parlemen Jakarta, Kamis (15/11/2019) kamarin. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan DPR bakal merevisi UU terkait penguatan sistem kepemiluan. Namun, perlu dipisahkan antara rezim pemilu dan pilkada

 

“Ini berkaitan kritik terhadap sistem pemilu serentak antara Pilpres dengan Pileg dan juga nanti bisa disambungkan dengan sistem pilkada. Ini juga dalam konteks mendorong evaluasi,” kata dia.

 

Dia menegaskan belum adanya kesimpulan bakal mengembalikan pelaksanaan pilkada secara tidak langsung melalui DPRD. Sebab, evaluasi sistem pilkada ini perlu didahului dengan kajian. Meski begitu, Doli mengakui ada empat persoalan dalam pilkada langsung. Pertama, pilkada langsung cenderung berbiaya mahal dan tidak efisien. Kedua, pilkada langsung untuk menghasilkan kepala daerah yang berkompeten dipertanyakan. “(Karena) Tak sedikit kepala daerah hasil pilkada langsung tersandung kasus hukum.”

 

Ketiga, apakah pilkada langsung dengan berbiaya mahal dapat menghasilkan  penyelenggaraan pemilu yang efektif, bersih, dan tidak korupsi atau justru mampu memperkuat pelayanan publik. Menurutnya, pertanyaan itu menjadi isu yang menjadi perhatian banyak pihak.

 

Keempat, pelaksanaan pilkada langsung berdampak atau tidaknya terhadap politik transaksional, politik uang, dan lainnya. “Empat isu ini yang menjadi pertanyaan besar, sehingga sepakat pilkada langsung perlu dikaji. Karena itu, Komisi II sepakat melakukan evaluasi. Tapi, jangan buru-buru mengambil kesimpulan mengatakan pilkada langsung akan kita ubah dikembalikan ke DPRD,” ujarnya.

 

Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi sepakat sudah saatnya pelaksanaan pilkada langsung dievaluasi. Namun, evaluasi ini tidak kemudian langsung menyimpulkan pelaksanaan pilkada diserahkan ke DPRD. “Pilkada langsung sekarang ini memang wajib kita lakukan evaluasi dan perlu perbaikan, tapi jangan diartikan kalau wajib evaluasi itu terus harus diganti (pilkada tidak langsung, red),” kata dia.

Tags:

Berita Terkait