Tito: Evaluasi Pilkada Bukan Berarti Dikembalikan ke DPRD
Berita

Tito: Evaluasi Pilkada Bukan Berarti Dikembalikan ke DPRD

Pemerintah dan DPR sepakat bakal mengevaluasi sistem pilkada langsung karena pelaksanaannya selama ini berdampak negatif.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pilkada langsung. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pilkada langsung. Ilustrator: BAS

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklarifikasi usulannya agar pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dievaluasi, bukan berarti mengembalikan proses pemilihannya ke DPRD seperti yang dilakukan di era Orde Baru.

 

"Ini saya sendiri pernah menyampaikan (evaluasi pilkada), tapi tidak pernah menyampaikan untuk kembali kepada DPRD, ini saya klarifikasi," kata Tito dalam rapat dengan Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11/2019) seperti dikutip Antara.

 

Dia mengatakan pilkada langsung yang sudah berjalan sekitar 15 tahun, semangat awal pelaksanaannya adalah partisipasi publik untuk memilih pemimpinnya karena menggambarkan nilai demokrasi yang ada.

 

Menurut dia, pilkada langsung memberikan peluang kepada calon-calon yang memiliki potensi untuk maju secara independen tanpa melalui partai politik. "Tapi, dalam praktik setelah sekian belas tahun, kita melihat ada dampak-dampak negatifnya, seperti potensi konflik," ujarnya. Baca Juga: DPR: Evaluasi Pilkada Langsung Butuh Kajian Mendalam

 

Tito mencontohkan ketika dirinya masih menjadi Kapolda Papua, pelaksanaan Pilkada 2012 di Kabupaten Puncak, tertunda empat tahun karena konflik perang yang banyak menelan korban.

 

Dia menerangkan Pilkada 2017 di 101 daerah; Pilkada 2018 di 171 daerah; Pemilu Presiden 2019; dan Pemilu Legislatif 2019 yang berlangsung bukan tanpa konflik dan korban. "Potensi konflik itu karena polarisasi. Polarisasi pilkada membuat masyarakat terbelah. Tapi dalam bahasa saya adalah polarisasi yang dilegalisasi, legal," kata dia.

 

Menurutnya, dalam ilmu keamanan, setiap ada perbedaan mengandung potensi konflik. Dia menjelaskan pilkada langsung selain rawan konflik, juga turut memakan atau menguras biaya yang cukup tinggi bagi para calon kepala daerah dan biaya dari pemerintah pusat serta pemerintah daerah.

Tags:

Berita Terkait