Ahli: Pemilu Serentak Perlu Optimalkan Penggunaan Teknologi
Berita

Ahli: Pemilu Serentak Perlu Optimalkan Penggunaan Teknologi

Menurut Topo, seharusnya pemilu itu untuk manusia dan bukan manusia untuk pemilu. Seberapapun pentingnya pemilu bagi negara demokrasi seperti Indonesia, tidak semestinya memakan korban jiwa yang cukup banyak. Jiwa manusia merupakan kepentingan pertama yang harus dilindungi oleh hukum di atas kepentingan lainnya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Sidang lanjutan pengujian sejumlah pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) terkait konstitusionalitas pemilu serentak. Sidang kali ini, selain mendengarkan pemerintah dan DPR, didengar pula keterangan ahli yang sengaja dihadirkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Prof Topo Santoso.   

 

Dalam keterangannya, Topo menanggapi soal kematian lebih dari 550 petugas penyelenggara pemilu dan jatuh sakitnya 3.000-an lebih petugas. “Saya mencoba menelusuri berbagai media internasional. Ternyata, peristiwa meninggalnya jumlah petugas pemilu dalam jumlah banyak, hampir tidak ditemukan (di negara lain). Kecuali kalau kita mencari terus, maka akan ketemu dengan peristiwa Pemilu 2019 di Indonesia,” kata Topo dalam persidangan di MK, Senin (18/11/2019).

 

“Pertanyaan ini, terus terang sangat mengganggu dan perlu dikaji secara mendalam, serta dicari jawabannya untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama terulang di masa yang akan datang.” Baca Juga: DPR Sebut Pemilu Serentak Amanat Putusan MK

 

Menurutnya, seharusnya pelaksanaan pemilu tidak dilakukan dalam satu hari penuh. Kalaupun pemilu tetap dilaksanakan secara serentak, seharusnya memanfaatkan dan mengoptimalkan teknologi dalam proses pemilu, khususnya dalam proses penghitungan dan rekapitulasi atau tabulasi suara,” saran Topo.

 

Selain itu, Topo menyarankan pelaksanaan pemilu serentak ini terdapat jaminan bagi keselamatan, kesehatan, dan pembagian beban kerja yang wajar atau manusiawi bagi seluruh pihak yang bekerja dalam pelaksanan pemilu serentak, khususnya petugas pemilu.

 

Menurut Topo, seharusnya pemilu itu untuk manusia dan bukan manusia untuk pemilu. Seberapapun pentingnya pemilu bagi negara demokrasi seperti Indonesia, tidak semestinya memakan korban jiwa yang cukup banyak. Jiwa manusia merupakan kepentingan pertama yang harus dilindungi oleh hukum di atas kepentingan lainnya.

 

“Meminjam teori Maqashid As-Syariah Al-Khamsah dari Al-Syatibi yang membahas lima tujuan dari hukum, maka tujuan utama hukum adalah melindungi kepentingan dharuriyat, kepentingan yang mutlak harus dipenuhi yakni perlindungan atas jiwa manusia, akal pikiran, keturunan, harta kekayaan, dan lain-lain,” ujar mantan Dekan Fakultas Hukum UI ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait