KPK Diserang Lewat Undang-Undangnya Sendiri
Berita

KPK Diserang Lewat Undang-Undangnya Sendiri

Ada pihak yang tersangkut hukum di KPK menggunakan UU KPK untuk mempermasalahkan statusnya.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK di kawasan Jakarta Selatan. Foto: MYS
Gedung KPK di kawasan Jakarta Selatan. Foto: MYS

Kekhawatiran akan munculnya kontroversi atas UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kenyataan. Undang-Undang ini awalnya memang ditolak sejumlah komponen masyarakat. Penolakan juga datang dari dari internal KPK karena hasil revisi dianggap mengandung pasal-pasal yang berpotensi melemahkan KPK. Perubahan UU KPK dapat dijadikan amunisi untuk menyerang KPK.

Kekhawatiran itu benar saja. Setidaknya sudah dua orang yang menghadapi masalah hukum di KPK menggunakan UU KPK untuk menyerang lembaga anti rasuah tersebut. Keduanya saat ini berstatus tersangka dan terdakwa perkara dugaan kasus korupsi.

Mereka mempersoalkan proses hukum yang dilakukan KPK berdasarkan aturan lama. "Enggak, enggak itu kita pakai tetap (Pasal) 69D walaupun ada sedikit kontradiktif (Pasal) 70C kita bertahan di situ itu debatable hukum itu discourse," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Rabu (20/11).

Pasal 69D UU KPK menegaskan “Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini diubah". Selanjutnya, Pasal 70C menyebutkan "Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai, harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini".

(Baca juga: UII Yogayakarta Turut Gugat Uji Perubahan UU KPK).

Saut enggan menjawab saat ditanya apakah kedua pasal yang dianggap kontradiktif ini menjadi celah perlawanan oleh koruptor. Ia berpendapat aturan hukum itu merupakan bentuk pengawasan agar kinerja KPK dalam memberantas korupsi sesuai koridor hukum. "Itu bagian check and balances juga KPK enggak boleh semena-mena, mungkin orang akan check and balances pasal 70C (UU KPK) itu tapi yakin aja kita firm disitu. Buktinya kita msh kerja. Tapi kalau kalian nuntut ada OTT hari ini memang enggak bisa dipaksa-paksa," pungkasnya. 

Terkait UU No. 19 Tahun 2019 ini, tiga pimpinan KPK secara pribadi mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu alasannya ada sejumlah pasal yang dianggap saling bertentangan satu sama lain, selain itu proses penyusunan UU ini juga mengabaikan aspek sosialis, filosofis dan yuridis formal. 

Imam Nahrawi dan Wawan

Dalam sidang praperadilan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, saksi ahli yang dihadirkan dari pihak pemohon Muhammad Solehudin yang merupakan Ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Surabaya, mengaku sebagai salah satu pihak perumus UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dalam keterangannya ia berpendapat penyidikan KPK yang masih dalam proses hukum saat ini harus menggunakan undang-undang yang baru.Jika tidak, maka dianggap tidak sah.

Tags:

Berita Terkait