Syarat ‘Sudah/Pernah Kawin’ dalam UU Pilkada Dipersoalkan
Berita

Syarat ‘Sudah/Pernah Kawin’ dalam UU Pilkada Dipersoalkan

Pemohon minta syarat sudah/pernah kawin dalam UU Pilkada dihapus karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Majelis menyarankan agar Pemohon mengelaborasi kedudukan hukum terkait syarat batas usia perkawinan dengan syarat pemilih dalam pilkada.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Konstitusionalitas syarat “sudah/pernah kawin” dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU (UU Pilkada) dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohonnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).

 

Kuasa hukum para pemohon, Fadli Ramadhani mengingatkan batas minimal usia perkawinan yang diatur UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Perkawinan diubah menjadi minimal berusia 19 tahun. Sedangkan, dalam UU Pilkada dan UU Pemilu batas minimal usia sebagai pemilih ditetapkan adalah 17 tahun.

 

“Karena itu, tidak ada hubungannya memasukkan frasa ‘sudah/pernah kawin’ sebagai syarat kualifikasi sebagai pemilih (dalam pilkada),” kata Fadli saat membacakan permohonan dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Rabu (20/11/2019). Baca Juga: Bawaslu Minta MK Segera Putuskan Tafsir Eksistensi Panwas

 

Pasal 1 angka 6 UU Pilkada menyebutkan, “Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan.”

 

Fadli berpendapat aturan itu (syarat sudah/pernah menikah) telah menimbulkan ketidakpastian hukum terkait batas usia kedewasaan warga negara sebagai syarat sebagai pemilih. Menurutnya, Putusan MK No. 22/PUU/XV/2017 telah menyatakan tidak boleh ada diskriminasi usia minimal perkawinan antara laki-laki dan perempuan.

 

Kuasa hukum lain, Heroik Mutaqin Pratama menilai Pasal 1 angka 6 UU Pilkada aturan sepanjang frasa “atau sudah/pernah kawin” telah menimbulkan ketidakadilan dalam sistem pendaftaran pemilih bagi setiap warga negara. Hal ini tentu bertentangan dengan asas pemilu dan pemilihan yang dijamin Pasal 22E ayat (1) UUD Tahun 1945.

 

“Karena itu, untuk menghilangkan diskriminasi terhadap anak karena status perkawinan dan pemilihan, ketentuan frasa ‘sudah/pernah kawin’ (dalam Pasal 1 angka 6 UU Pilkada) mesti dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait