Perlindungan Advokat Terhadap Delik Contempt Of Court
Kolom

Perlindungan Advokat Terhadap Delik Contempt Of Court

Bagaimana dengan pengaturan dari kekerasan atau intimidasi baik verbal maupun fisik yang ditujukan terhadap advokat yang dilakukan oleh sesama penegak hukum?

Bacaan 2 Menit
Agung Pramono. Foto: Istimewa
Agung Pramono. Foto: Istimewa

Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Non Yudisial, Dr. Sunarto, SH., MH. menyampaikan bahwa “Pengadilan merupakan lembaga yang berfungsi untuk mengkoordinasi sengketa-sengketa yang terjadi dalam masyarakat, dan merupakan ‘rumah pengayom’ bagi masyarakat pencari keadilan”.

 

Akan tetapi, di rumah pengayoman itu, menyimpan catatan traumatik tentang kasus yang menjerat advokat senior Adnan Buyung Nasution yang menginterupsi pembacaan putusan Majelis Hakim. Menteri Kehakiman Ismail Saleh menuduh para pembela dari YLBHI telah melecehkan Pengadilan dan wibawa Hakim, atau telah terjadi Contempt of Court (CoC).

 

Ketua PN Jakarta Pusat kemudian mengeluarkan SK berupa sanksi administratif kepada Buyung dengan mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk mencabut izin praktiknya, tanpa pemeriksaan dan kesaksian dari pelaku-pelaku yang ada di lokasi. Tapi entah kenapa dan bagaimana Buyung tidak pernah diadili dengan pasal 207 KUHP. (Luhut MP. Pangaribuan, Pengadilan, Hakim, Dan Advocad, Pustaka kemang, Jakarta, 2016)

 

Jauh setelahnya Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil MARI, Dr. H. Zarof Ricar SH., S.Sos., M.Hum. mengatakan, “Peradilan bukan hanya berbicara mengenai hakim dan aparat pengadilan saja, tapi semua pihak yang berada di dalam ruang persidangan. Tempat persidangan merupakan tempat yang sakral, maka semua pihak harus menghormatinya”. Secara etimologi, pengadilan adalah rumah pengayoman hukum bagi masyarakat.

 

Profesionalisme Advokat

Akar kata Advokat berasal dari bahasa Latin yaitu Advocatus, artinya orang yang membantu seseorang dalam perkara. Profesi atau profesus (latin) merupakan pengakuan atau komitmen iman, atau pernyataan kesungguhan hati, atau janji di muka umum, maka apabila advokat setia kepada komitmen moralnya, dia tidak akan mengkhianati profesinya.

 

Dalam sistem peradilan pidana, peran advokat telah ada sejak proses penyelidikan sampai dengan proses rehabilitasi untuk memastikan bahwa hak-hak seorang tidak dilanggar. Betapa sulitnya batin advokat dalam menyelaraskan antara keharusan memihak dalam istilah Belanda noodzakelijke eezijdigheid (kemurnian yang diperlukan), di sisi lain berkewajiban mengemukakan penilaian yang obyektif dalam ethische legimitatie (identifikasi etis).

 

Praktik profesional lazimnya berdasar pada kemampuan mengejawantahkan pengetahuan formal kemudian dipadukan dengan pendekatan etis dalam pekerjaan yaitu kode etik. Profesi yang mantap untuk dijadikan sebagai wakil bukan abdi kliennya.

Tags:

Berita Terkait