Wirjono Prodjodikoro, Ensiklopedis Hukum di Kursi Ketua Mahkamah Agung
Utama

Wirjono Prodjodikoro, Ensiklopedis Hukum di Kursi Ketua Mahkamah Agung

Jalan lurus hakim sejak masa pemerintah Hindia-Belanda, pendudukan Jepang, hingga revolusi kemerdekaan.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Sketsa wajah Prof. Wirjono Prodjodikoro. Ilustrator: HGW
Sketsa wajah Prof. Wirjono Prodjodikoro. Ilustrator: HGW

Wirjono Prodjodikoro tercatat sebagai Ketua Mahkamah Agung yang menjabat paling lama. Selama 14 tahun dalam periode 1952-1966, ia ikut menorehkan awal sejarah Mahkamah Agung di Indonesia. Tentu saja ada sejumlah kritik tentang kiprahnya. Namun, Wirjono dikenal sebagai hakim yang bersih dari korupsi.

Sebastiaan Pompe, peneliti Belanda yang menulis buku The Indonesian Supreme Court : A Study of Institusional Collapse,  mengakui sosok Wirjono sebagai orang ‘lurus’. Buku tersebut adalah hasil riset mendalam tentang Mahkamah Agung yang paling diakui hingga sekarang.

Wirjono, kata Pompe, lebih memilih menyewakan mobil dinasnya sebagai taksi. Mungkin saja itu caranya mendapat penghasilan tambahan yang halal. Maklum, kabarnya gaji hakim terbilang kecil kala itu.

Nama Wirjono juga termasuk yang kerap muncul dalam literatur klasik di kampus-kampus hukum. Ia menulis banyak buku hukum untuk beragam tema. Mulai dari hukum pidana, perdata, tata negara, hingga hukum publik internasional.

Sebuah kutipan populer, setidaknya di kalangan hakim, dinisbatkan pada Wirjono: “Rasa keadilan adalah salah satu dasar segala hukum”. Sebagai Ketua Mahkamah Agung kedua, ia pula yang ikut mendorong agar hakim mengutamakan rasa keadilan di masyarakat alih-alih sekadar corong undang-undang.

“Apabila seorang hakim secara penafsiran yang lazim dari suatu peraturan sampai kepada suatu simpulan, yang dirasakan hakim itu sebagai hal yang tidak memuaskan rakyat, maka hakim harus meninjau kembali cara berpikir yang menyebabkan rasa tidak puas itu,” tulis Wirjono dalam autobiografinya.

(Baca juga: Inilah Generasi Pertama Orang Indonesia Lulusan Sekolah Hukum).

Bahkan Wirjono masih menyambung pernyataan itu dengan kalimat tegas, “Dalam hal ini, kalau perlu, harus ditinggalkan pengertian-pengertian hukum yang lazimnya dipergunakan”.

Tags:

Berita Terkait