RUU Omnibus Law Perpajakan Berisiko Gerus Penerimaan Negara
Berita

RUU Omnibus Law Perpajakan Berisiko Gerus Penerimaan Negara

Penerimaan negara berisiko berkurang padahal pemerintah butuh dana untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Pengamat pajak DDTC Darussalam. Foto: MJR
Pengamat pajak DDTC Darussalam. Foto: MJR

Pemerintah telah menyampaikan konsep baru mengenai Rancangan Undang Undang Omnibus Law Perpajakan. Dalam rancangan aturan tersebut, terdapat berbagai ketentuan baru khususnya mengenai tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Rencananya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menyampaikan draf aturan tersebut kepada DPR RI pada Desember ini.

 

Ranah yang dijadikan Omnibus Law adalah terkait Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Selain itu, rancangan aturan tersebut juga menyangkut pajak daerah yang tercantum dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Undang-Undang Pemerintah Daerah (Pemda).

 

Menanggapi rencana pemerintah tersebut, pengamat pajak DDTC Darussalam menyatakan kebijakan pemerintah ini menimbulkan risiko penurunan penerimaan negara dari pajak dalam jangka pendek. Kondisi ini nantinya akan berdampak negatif terhadap keuangan negara karena di sisi lain proyek infrastruktur sedang gencar.

 

“Ada dua kepentingan jangka pendek yang berbenturan antara relaksasi dan pembangunan mobilisasi (infrastruktur). Persoalan utama pajak yaitu menyeimbangkan dua tujuan besar ini. Ada rencana aturan baru ini mengakibatkan potensi pajak berkurang khususnya pada awal 2020,” jelas Darussalam kepada hukumonline, Rabu (27/11).

 

Dia juga meragukan penurunan tarif ini dapat menarik investasi sebab pajak bukan persoalan utama dalam kemudahan berusaha. “Asumsi yang dibangun insentif-insentif itu untuk meningkatkan investasi, tapi kenyataannya pajak nomor sekian artinya baru asumsi. Jadi yang lebih diharapkan sebenarnya persoalan sarana-prasarana (infrastruktur) dan kepastian hukum.  Omnibus ini belum tentu menghadirkan investasi tapi jangka pendek pajak turun,” jelasnya.

 

Efek penurunan tarif terhadap penerimaan pajak juga dikhawatirkan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef),Tauhid Ahmad. Seperti dikuti dari Antara, Tauhid menyatakan pajak daerah yang akan masuk dalam Omnibus Law perpajakan berpotensi membuat pendapatan daerah berkurang. "Jangan sampai bisa ditarik (masuk Omnibus Law) pusat semakin mudah, uang yang masuk ke daerah semakin berkurang," katanya, Selasa (26/11).

 

Menurut dia, pendapatan daerah salah satunya pajak air bawah tanah merupakan kewenangan pemerintah provinsi yang menjadi sumber penerimaan daerah. Dia mengatakan, pemerintah pusat tidak menganggarkan untuk melakukan kontrol pajak air bawah tanah, sedangkan kontrol dan pengawasan ada di daerah. Untuk itu, ia mengingatkan konsekuensi pajak daerah yang masuk Omnibus Law tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait