Penerapan Asas Dominis Litis dalam UU KPK
Kolom

Penerapan Asas Dominis Litis dalam UU KPK

​​​​​​​Pelaksanaan koordinasi jaksa KPK kepada Jaksa Agung tidak bertentangan dengan fungsi supervisi. Koordinasi meliputi, pembuatan surat dakwaan, pelimpahan perkara ke pengadilan negeri tipikor, rencana tuntutan pidana dan upaya hukum.

Bacaan 2 Menit
Reda Manthovani. Foto: Istimewa
Reda Manthovani. Foto: Istimewa

Resmi sudah pemberlakuan UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Kendatipun tanpa tandatangan Presiden, UU KPK teranyar berlaku di tengah masyarakat. Normatifnya, KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya pun mengacu pada ketentuan UU KPK teranyar.

 

Mesti diakui, keberlakuan UU 19/2019 setidaknya mengubah status dan kedudukan lembaga antirasuah. Antara lain, penerapan Pasal 12A dan Pasal 21. Berlakunya kedua pasal sudah tentu mengembalikan penerapan prinsip ‘Dominis Litis’  sebagaimana diatur dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

 

Pasal 12A UU No.19/2919 menyebutkan, “Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. Sedangkan Pasal 21 UU No.19/2019 meniadakan kedudukan lima pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.

 

Lantas, apa kaitan antara asas dominis litis dengan kedua pasal tersebut? KUHAP menegaskan kewenangan melakukan penuntutan dipegang oleh Jaksa selaku Penuntut Umum (JPU). Yakni dalam hal menerima dan memeriksa berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik. Selanjutnya, jaksa melimpahkan berkas perkara ke pengadilan untuk diperiksa di meja hijau. Ketentuan itu diatur dalam KUHAP Pasal 1 butir 7 dan pasal 14 pasal 137.

 

Kewenangan melakukan penuntutan sejatinya menjadi monopoli mutlak penuntut umum yang lazim disebut asas ‘dominus litis’. Perlu diketahui ‘dominus litis’ berasal dari bahasa latin. Dominus artinya pemilik. Sedangkan litis artinya perkara atau gugatan. Black’s Law Dictionary menerjemahkan dominis litis sebagai berikut: “The party who makes the decisions in a lawsuit, usually as distinguished from the attorney”.

 

Asas dominus litis, menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolut dan monopoli. Pasalnya,  Penuntut Umum menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana. Hakim tak dapat meminta supaya perkara pidana yang terjadi diajukan kepadanya. Sebab Hakim dalam penyelesaian perkara hanya bersifat pasif dan menunggu tuntutan dari penuntut umum.

 

Asas ini otomatis menempatkan Penuntut Umum selaku pengendali perkara. Pendek kata, dapat atau tidaknya dilakukan penuntutan terhadap suatu perkara tindak pidana hasil penyidikan (oleh Penyidik) adalah mutlak wewenang Penuntut Umum. Begitu pula Penuntut Umum dapat menghentikan penuntutan dengan alasan tidak cukup bukti, peristiwanya bukan tindak pidana, dan perkaranya ditutup demi hukum.

Tags:

Berita Terkait