PPATK Ingatkan Kemudahan Investasi Jangan Menjadi Ruang Kejahatan
Berita

PPATK Ingatkan Kemudahan Investasi Jangan Menjadi Ruang Kejahatan

Kemenkumham telah mengundangkan dua peraturan turunan dari Perpres Nomor 13 Tahun 2018.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badarudin. Foto: RES
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badarudin. Foto: RES

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme atau biasa disebut regulasi mengenai BO (Beneficial Ownership). Dengan adanya Perpres ini, Pemerintah berupaya untuk mendorong kemudahan berinvestasi serta menumbuhkan kepercayaan bagi investor.

 

“Namun demikian, kemudahan berinvestasi jangan sampai dijadikan ruang bagi pelaku kejahatan, khususnya para koruptor untuk mengambil keuntungan pribadi,” tegas Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin dalam pembukaan Diseminasi Peraturan Pelaksana Mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT di Jakarta, Kamis (5/12).

 

Menurut Kiagus, bagi korporasi yang bergerak di bidang industri ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan dan lain-lain, informasi BO menjadi penting. Hal ini semata-mata untuk mengetahui aktor intelektual atau pihak di belakang korporasi yang bertanggung jawab atas serangkaian kerusakan hutan dan lingkungan hidup, hilangnya pendapatan negara dari sektor perpajakan, serta upaya penyembunyian dan penyamaran hasil tindak pidana.

 

Atas dasar itu, Pemerintah juga menggunakan Perpres 13 Tahun 2018 untuk mendorong transparansi bagi korporasi. Kiagus menyebutkan bahwa kedua hal ini memiliki keterkaitan erat. Kepercayaan investor terhadap korporasi di Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan data yang akurat, terkini, dan transparan terkait pemilik manfaat atas korporasi.

 

“Transparansi pemilik manfaat atas korporasi juga berkaitan erat juga dengan investasi,” tambah Kiagus.

 

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah selama ini dengan mendorong pengungkapan siapa sebenarnya pemilik sesungguhnya dari suatu perusahaan yang akan melakukan investasi. Kiagus percaya, pengungkapan ini berpotensi menutup celah tindak kejahatan, mengingat banyak upaya dilakukan untuk menutupi informasi pemilik manfaat melalui tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle, seperti shell companies (perusahaan cangkang), nominees atau trustee.

 

Menurut Kiagus, korporasi dalam berbagai bentuk kerap kali digunakan oleh pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan dan menyamarkan identitas pelaku tindak pidana dan hasil tindak pidana. Korporasi yang seperti ini disebut dengan corporate vehicle atau korporasi yang dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana sebagai “kendaraan” atau media pencucian uang. Karena itu, Perpres 13 Tahun 2018 juga merupakan salah satu intrumen transparansi bagi korporasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait