Melalui CLE, Universitas Pasundan Ingin Cetak Lawyer Berintegritas dan Tak Berorientasi Profit
Berita

Melalui CLE, Universitas Pasundan Ingin Cetak Lawyer Berintegritas dan Tak Berorientasi Profit

Clinical Legal Education (CLE) melatih kepekaan para mahasiswa, sehingga saat menjadi lawyer kelak, mereka akan menjunjung tinggi integritas dan tidak sekadar berorientasi profit.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Para peserta GAJE 2019 dalam field trip ke SMA 27. Foto: istimewa.
Para peserta GAJE 2019 dalam field trip ke SMA 27. Foto: istimewa.

Perhelatan akbar Global Alliance for Justice Education (GAJE) 2019 telah berakhir. Namun, para peserta yang berasal dari 48 negara dunia, tidak akan pulang dengan tangan kosong. Menjadi bagian dalam perhimpunan internasional GAJE, peserta yang terdiri atas aktivis pendidikan, praktisi, dosen, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) akan terus berkomitmen pada isu, praktik, serta implementasi pendidikan hukum bagi masyarakat marginal di negaranya masing-masing.

 

Berpijak pada komitmen yang sama, Fakultas Hukum Universitas Pasundan (FH Unpas) sendiri telah lama berkontribusi dalam peningkatan kesadaran hukum melalui metode Clinical Legal Education (CLE). Misalnya, dengan mendirikan lembaga CLE di institusinya serta menjadikannya mata kuliah dalam kurikulum pengajaran semester enam. Alasan ini pula yang melatarbelakangi terpilihnya FH Unpas sebagai tuan rumah GAJE 2019. “Setelah masuk menjadi mata kuliah, CLE di Universitas Pasundan dianggap paling berhasil bahkan menjadi role model dan gambaran bentuk-bentuk pengembangan CLE bagi beberapa negara,” ungkap Dekan Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Dr. Anthon Freddy Susanto S.H, M.Hum.  

 

Anthon mengatakan, metode CLE sendiri bermanfaat untuk melatih kepekaan mahasiswa. Ia amat berharap, kelak, ketika mereka menjadi lawyer atau praktisi hukum, para mahasiswa akan menjunjung tinggi integritasnya dan tidak sekadar berorientasi profit. Pertama kali didirikan pada tahun 2007, Unpas sendiri telah memiliki beberapa partner binaan untuk pengembangan CLE, mulai dari sekolah, sekolah luar biasa, komunitas lansia, mantan pekerja seks komersial, hingga disabilitas. Adapun beberapa dari partner binaan tersebut menjadi tujuan field trip para peserta GAJE 2019.

 

Kesadaran Mengakses Keadilan

Kendati berbentuk konferensi, GAJE 2019 berbeda dengan mayoritas konferensi pendidikan. Dilaksanakan dari tanggal 4 hingga 10 Desember 2019, GAJE 2019 fokus pada aksi, yang memungkinkan peserta turun ke lapangan untuk melihat langsung praktik CLE, menjelaskan program CLE di daerahnya, mengembangkannya, melakukan seminar, workshop, dan Training of Trainer (ToT). “GAJE 2019 merupakan forum internasional yang mewadahi para peserta untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan dari negara-negara lain, kemudian memilih metode mana saja yang bisa diaplikasikan di negaranya,” Anthon menambahkan.

 

Di Indonesia sendiri, sudah ada metode serupa bernama Pendidikan Hukum Klinis. Namun, metode tersebut lebih banyak fokus pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), cara membuat kontrak, legislative drafting, hingga cara membuat peraturan lain. FH Unpas bahkan sudah memiliki Pendidikan Hukum Klinis dalam kurikulumnya, serta di saat yang sama: CLE yang fokus pada street law dan pendidikan hukum kaum marginal. Adapun banyak berbentuk pemberdayaan masyarakat, metode CLE di FH Unpas menekankan pada aspek hukum yang harus dipelajari oleh masyarakat dalam partner binaan. Agar lebih mudah dipahami, FH Unpas banyak menggunakan metode interaktif, seperti simulasi atau mock trial.

 

“Ketika mereka bertemu dengan masalah hukum dan harus berbenturan dengan kekuasaan atau kedudukan yang lebih tinggi, mereka akan kesulitan mendapatkan akses ke keadilan. Minimal, kesadaran akan hak-hak inilah yang kami coba bangun. Untuk menegaskan, siapa pun orangnya, tidak perlu takut memperjuangkan keadilan. Lawan dan lakukan tahapannya. Sebagai contoh, asisten rumah tangga (ART) yang diperlakukan tidak adil oleh atasannya, transgender atau lansia yang mengalami kekerasan, perempuan atau anak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), atau kaum disabilitas yang terabaikan,” kata Anthon.

 

Koordinator Bagian Hukum Internasional sekaligus divisi acara, Hesti Septianita S.H., M.H. menjelaskan, selain menjadi ruang belajar bagi para mahasiswa FH Unpas, terselenggaranya GAJE 2019 juga memiliki tujuan yang lebih besar. “Kami berharap, semoga apa yang telah didiskusikan dan dibagikan dalam GAJE 2019 ini dapat menginspirasi pemerintah dalam mengeluarkan regulasi baru yagn lebih adaptif dan sesuai untuk pendidikan hukum. Bagaimana pemerintah sebagai pembuat undang-undang juga lebih peduli terhadap isu-isu, pelindungan terhadap perempuan, anak-anak, hingga disabilitas,” pungkasnya.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Pasundan.

Tags:

Berita Terkait