Profesi advokat menjalankan praktik pro bono atau jasa bantuan hukum cuma-cuma merupakan amanat undang-undang. Namun, faktanya praktik pro bono tersebut masih minim dilakukan para advokat. Mulai dari panduan hingga kesediaan advokat terhadap pro bono menjadi persoalan praktik pro bono masih minim dilakukan.
Padahal praktik pro bono memiliki manfaat bagi masyarakat maupun advokat tersebut. Pro bono merupakan salah satu cara membantu masyarakat, khususnya kelompok rentan saat menghadapi persoalan hukum. Melalui praktik tersebut, masyarakat juga mendapatkan kepercayaan dari publik mengenai profesi advokat.
Atas persoalan tersebut, sejumlah gagasan telah disuarakan untuk meningkatkan praktik pro bono. Mulai dari penyusunan panduan teknis hingga materi ajar dalam pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) telah dilakukan untuk meningkatkan kultur pro bono pada advokat. Tidak hanya itu, gagasan berupa pemberian insentif perpajakan juga diwacanakan bagi advokat-advokat yang menjalankan praktik pro bono. Pemberian insentif perpajakan diharapkan menjadi daya tarik para advokat.
Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Togar SM Sijabat, menjelaskan ada 3 ribu kasus lebih telah dijalankan advokat secara pro bono. Secara rinci, berdasarkan jenis perkaranya 1.291 kasus pidana, 55 kasus pidana anak, 3 kasus PTUN, 199 kasus perdata, 450 kasus non-litigasi dan 1.545 kasus konsultasi hukum. Namun, jumlah tersebut dianggap minim karena tercatat sekitar 60 ribu advokat merupakan anggota Peradi.
“Sebenarnya malu kami jika melihat banyaknya jumlah anggota. Kami khawatir jumlah ini berkurang tahun depan karena enggak akan ada lagi yang bicara pro bono. Kalau pro bono di angkat dengan insentif mungkin ini dahsyat,” jelas Togar dalam Diskusi Grup Panel “Insentif Pro Bono” pada Konferensi Nasional Pro Bono Hukumonline 2019 di Jakarta, Rabu (11/12).
Dia menambahkan minimnya praktik pro bono ini disebabkan beban tinggi dari praktik pro bono tersebut. Sebab, saat melakukan pro bono, advokat tersebut tidak mendapatkan pembayaran dari bantuan hukum yang diberikan. Sehingga, menurut Togar, pemberian insentif tersebut dapat menggerakkan advokat untuk menjalankan praktik pro bono.
Senada dengan Togar, Anggota Komisi III DPR Habiburokhman juga mendorong agar pemberian insentif perpajakan diberikan kepada advokat yang menjalankan pro bono. Menurutnya, insentif tersebut diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan advokat khususnya yang berada di daerah-daerah.