Ketika Significant Economic Presence Tidak Sesuai dengan PP 80/2019
Berita

Ketika Significant Economic Presence Tidak Sesuai dengan PP 80/2019

Seminar tahunan ini fokus pada fenomena economic digital yang mewabah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Ketika Significant Economic Presence Tidak Sesuai dengan PP 80/2019
Hukumonline

Direktur Perpajakan Internasional di Direktoral Jenderal Pajak, Prof. Dr. Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, M. Acc. M.Ec (Hons), S.E. Ak. membuka seminar internasional ketujuh bertajuk ‘Annual International Tax Seminar’ di Financial Hall, Graha CIMB Niaga. Seminar tahunan ini fokus pada fenomena ‘economic digital’ yang mewabah di seluruh dunia serta aspek pajak yang harus diperhatikan oleh perusahaan di bidang digital, termasuk Indonesia.

 

Terkait pembahasan tentang rancangan peraturan pajak di bidang digital, pemerintah sendiri telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Adapun PP ini merupakan hasil pelaksanaan dari ketentuan pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

 

Pasal 1 ayat (2) PP ini mendefinisikan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Ditegaskan dalam PP ini, dalam melakukan PMSE, para pihak harus memperhatikan prinsip (a) itikad baik, (b) kehati-hatian (c) transparansi, (d) ketepercayaan, (e) akuntabilitas, (f) keseimbangan, dan (g) adil dan sehat.

 

PMSE dapat dilakukan oleh pelaku usaha, konsumen,pribadi, dan instansi penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya disebut para pihak. Menurut PP ini, pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dianggap memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia dan melakukan kegiatan usaha secara tetap di wilayah hukum NKRI.

 

PP ini juga menyebutkan, pedagang dalam negeri dan pedagang luar negeri yang melakukan PMSE dengan menggunakan sarana yang dimiliki PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri wajib memenuhi syarat dan ketentuan PPMSE sesuai standar kualitas pelayanan yang disepakati dan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Jika dalam PMSE terdapat konten informasi elektronik ilegal, pihak PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri serta penyelenggara sarana perantara bertanggung jawab atas dampak atau konsekuensi hukum akibat keberadaan konten informasi elektronik ilegal tersebut,” demikian bunyi Pasal 22 ayat (1) PP ini.

 

Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik dinilai mengandung beberapa hal yang rancu. Menurut Presiden IKHAPI (Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia) Joyada Siallagan, pihaknya menyadari aturan itu bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha. Namun, aturan tersebut tumpang tindih dengan peraturan yang lain serta menimbulkan kerancuan. Karena itu harus dikaji setiap Pasalnya Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2019 tersebut.

 

Kerancuan tersebut adalah pelaku usaha startup dalam negeri harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai basis data pemantauan perpajakan. Selain itu, pemerintah terkesan tidak terbuka terhadap pelaku usaha ekonomi digital kelas besar yang berbasis di luar negeri, tetapi mengambil keuntungan ekonomi di Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait