Ini 6 Cluster Omnibus Law Perpajakan
Berita

Ini 6 Cluster Omnibus Law Perpajakan

RUU ini menjadi prioritas guna mengantisipasi kondisi ekonomi global yang tidak pasti.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020 bersama DPR terkait dengan Kementerian Keuangan dan Perkembangan Makro Fiskal serta Keuangan Negara di Ruang Rapat Pansus C, Gedung Nusantara II DPR pada Senin (16/12).

 

Salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah mengenai RUU Omnibus Law Perpajakan. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, omnibus law di bidang perpajakan hanya berisi 28 pasal dan terbagi dalam 6 cluster.

 

"Omnibus law di bidang perpajakan ini hanya 28 pasal namun mengamandemen 7 Undang-Undang (UU) yaitu UU PPh, UU PPn, UU KUP, UU Kepabeanan, UU cukai, UU pajak daerah dan retribusi daerah serta UU pemerintahan daerah. 28 pasal diharapkan akan terdiri dari 6 cluster isu yang dibahas," kata Sri Mulyani dilansir dar website resmi Kemenkeu, Selasa (17/12).

 

Cluster pertama tentang cara meningkatkan investasi melalui penurunan tarif Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan PPh bunga. Cluster kedua, sistem teritorial yaitu bagaimana penghasilan deviden luar negeri akan dibebaskan pajak, asalkan diinvestasikan di Indonesia. Untuk Warga Negara Asing (WNA) yang merupakan subjek pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya khusus untuk pendapatannya di dalam negeri.

 

Cluster ketiga mengenai subjek pajak Orang Pribadi (OP). Ini membedakan WNA, Warga Negara Indonesia (WNI). Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri 183 hari, mereka bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri, jadi tidak membayar pajaknya di Indonesia. Untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri dan membayar pajaknya di Indonesia dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia.

 

(Baca: Reformasi Regulasi, Gagasan Akademik dari Tiga Kota)

 

Cluster keempat, tentang cara meningkatkan kepatuhan perpajakan yaitu mengatur ulang sanksi dan imbalan bunganya. Sanksi perpajakan selama ini, jika telat bayar, kurang bayar, atau mereka melakukan pelanggaran maka sanksinya adalah bunganya cukup tinggi 2% sampai dengan 24 bulan sehingga suku bunga bisa mencapai 48%. Sekarang, menggunakan suku bunga yang berlaku di pasar, ditambah sedikit sanksi administrasinya. Diharapkan, Wajib Pajak (WP) merasa lebih patuh kepada UU juga dari pengkreditan pajak masukan, terutama untuk barang-barang pertanian.

 

Cluster kelima, untuk ekonomi digital, yaitu pemajakan transaksi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Ini termasuk penunjukan platform digital untuk pemungutan PPN dan mereka yang tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajaknya. Hal ini terutama untuk merespons perusahaan-perusahaan digital yang tidak ada di Indonesia namun dia mendapatkan income dari Indonesia seperti Netflix, Amazon.

Tags:

Berita Terkait