Ketentuan Soal Perizinan Paling Dominan dalam Pembahasan Omnibus Law
Utama

Ketentuan Soal Perizinan Paling Dominan dalam Pembahasan Omnibus Law

Kurang lebih terdapat 700 pasal dari 52 undang-undang yang mengatur tentang perizinan yang akan diintegrasikan dalam omnibus law.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrator: BAS
Ilustrator: BAS

Pemerintah saat ini tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law. Dengan adanya omnibus law, Pemerintah berharap dapat memberikan kepastian kepada pelaku usaha dan investor terhadap kemudahan berusaha dan mendekatkan akses terhadap beragam keringanan yang ditawarkan. Salah satu yang sering dikeluhkan terkait hambatan terhadap kemudahan berusaha adalah aspek regulasi yang berdampak pada rantai pengurusan perizinan yang berbelit-belit.

 

Staf Khusus Presiden, Arif Budimanta, mengungkapkan dengan menggunakan pendekatan omnibus terhadap sejumlah regulasi, pemerintah akan membuat sebuah lompatan besar di sektor perekonomian. Ia menjelaskan melalui mekanisme omnibus, terdapat 82 undang-undang sektoral dan lebih dari 1.200 pasal yang akan diintegrasikan ke dalam sejumlah RUU Omnibus Law.

 

Menurut Arif, secara keseluruhan pasal-pasal terkait perizinan merupakan pasal yang paling dominan yang akan diintegrasikan. Kurang lebih terdapat 700 pasal dari 52 undang-undang yang mengatur tentang perizinan yang akan diintegrasikan dalam omnibus law. “Yang paling dominan dari 1200 pasal, ada di aspek perizinan. Dia lebih dari 52 UU sampai 700 pasal,” kata Arif, Rabu (18/12), di Jakarta.

 

Menurut Arif, sejumlah RUU Omnibus Law yang saat ini tengah dibahas adalah RUU tentang Cipta Lapangan Kerja; RUU Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM); RUU tentang Perpajakan; dan RUU tentang Perpindahan Ibukota Negara. Dari perspektif ekonomi, Arif mengakui bahwa RUU ini sejalan dengan salah satu dari lima prioritas Presiden, yakni mewujudkan transformasi di bidang ekonomi.

 

“Omnibus ini diharapkan mempercepat transformasi ekonomi,” ujar Arif.

 

Terkait hal ini, ia menyebutkan bahwa selama ini perekonomian lebih mengandalkan komoditas lewat jalan ekspor impor. Ke depan, akan berubah dengan lebih menekankan kepada peningkatan nilai tambah. Untuk itu, Arif menyebutkan dibutuhkannya ekosistem usaha yang kondusif. Melalui jalan tersebut dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang.

 

“Itulah kenapa kita membutuhkan omnibus,” ujarnya.

 

Menurut Arif, ada tiga langkah dalam menyusun Omnibus Law. Pertama, dengan melakukan penyederhanaan. Penyederhanaan ini dimaksudkan untuk menghilangkan pasal-pasal yang saling tumpang tindih antara satu undang-undang dengan undang-undang lain. Kedua, dilakukan pemangkasan terhadap sejumlah pasal yang dipandang tidak efektif.

 

(Baca: Reformasi Regulasi, Gagasan Akademik dari Tiga Kota)

 

“Ketiga, penyelarasan. Ini juga menjadi penting agar orang tidak berkunjung ke macam-macam kantor hanya untuk urus izin,” ungkap Arif.

Tags:

Berita Terkait