Menerka Tata Niaga Nikel di 2020 Pasca Larangan Ekspor
Berita

Menerka Tata Niaga Nikel di 2020 Pasca Larangan Ekspor

Tata niaga nikel di tahun 2020 akan masuk fase baru. Kebijakan mempercepat larangan ekspor nikel kadar di atas 1,7% dinilai tepat karena implementasi amanat UU Minerba.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Menjelang periode akhir 2019, sektor tata niaga nikel menjadi perhatian publik. Hal ini menyusul pernyataan Kepala badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait keputusan percepatan moratorium ekspor nikel kadar di atas 1,7%. Moratorium yang rencananya akan dimulai pada 2022 akan segera berlaku per Januari 2020.

 

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar, memprediksi tata niaga nikel pada 2020 akan memasuki fase baru dengan sedikit "terpaksa". Dari sisi hilirisasi atau peningkatan nilai tambah mineral yang memang telah dirancang sejak tahun 2009 menyusul berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), menurut Bisman, masih belum bisa diimplementasikan.

 

“Karena inkonsistensi pelaksanaan UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba dan tidak siapnya fasilitas smelter untuk pengolahan dan pemurnian di dalam negeri,” ujar Bisman, saat dihubungi hukumonline, Kamis (19/12).

 

Aktivitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri yang sejatinya harus dilaksanakan sejak lima tahun pasca UU Minerba berlaku, hingga saat ini tidak juga dapat diimplementasikan. Pemerintah secara “rutin” mengeluarkan kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah menjelang berakhirnya periode relaksasi. Hal ini bisa dilihat dari substansi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang merupakan perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

Untuk itu, Bisman menilai langkah pemerintah dengan mempercepat larangan ekspor nikel kadar di atas 1,7% merupakan keputusan yang sudah tepat. Hal ini bertujuan untuk memaksa implementasi amanat UU Minerba tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui aktivitas pengolahan dan pemurnian yang dilakukan di dalam negeri.

 

“Walau caranya kurang baik karena munculnya kebijakan dan regulasi yang berubah-ubah dan tidak konsisten serta tampak tidak terkoordinasi dengan baik antar Menteri,” terang Bisman.

 

Dampak dari kebijakan larangan ekspor nikel kali ini tentu saja akan sangat berpengaruh kepada perdagangan nikel di dalam negeri. Tidak hanya itu, Bisman memprediksi produktivitas nikel smelter dalam negeri pasti akan naik. Hal itu menyusul meningkatnya pasokan nikel di dalam negeri hasil dari aktivitas penambangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait