ICW Sebut 2019 Sebagai Tahun Kelumpuhan Pemberantasan Korupsi
Berita

ICW Sebut 2019 Sebagai Tahun Kelumpuhan Pemberantasan Korupsi

Nawawi Pomolango: KPK tidak membutuhkan ICW lagi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: HOL
Gedung KPK. Foto: HOL

Wakil Ketua KPK yang berlatar belakang hakim, Nawawi Pomalango, tidak terima atas kritik dan penilaian Indonesia Corruption Watch (ICW) atas proses terpilihnya pimpinan KPK periode 2019-2023. Masalah muncul sejak pembentukan Panitia Seleksi hingga proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR. ICW menilai terpilihnya sosok tidak berintegritas menjadi pimpinan KPK, ditambah revisi UU KPK, akan membuat lembaga ini semakin ompong. Proses yang berlangsung pada tahun 2019 itu dinilai sebagai tahun kelumpuhan pemberantasan korupsi.

Kritik ICW itu tak diterima Nawawi karena pimpinan KPK saat ini baru bekerja dalam hitungan hari. Ia malah balik mengkritik peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang mengeluarkan pernyataan bernada kritik terhadap pimpinan KPK saat ini. Menurut Nawawi, KPK tidak akan membutuhkan ICW lagi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bahkan, Nawawi enggan duduk satu forum dengan LSM yang concern terhadap kasus korupsi itu.

"Jika nanti ada forum yang mengundang kami dan juga melibatkan ICW Bung Kurnia di dalamnya, Insya Allah juga kami pastikan, kami tak akan ikut bersama dalam forum tersebut, karena rasanya 'malu' kami yang 'terburuk' ini harus duduk berdiskusi dengan yang 'paling hebat..paling cerdas seperti beliau," kata Nawawi kepada wartawan.

Sebelumnya, peneliti ICW Kurnia Ramadhana membeberkan satu per satu alasan mengapa Firli cs dinilai tak laik pimpin KPK untuk periode selanjutnya. Pertama, mereka dihasilkan dari proses seleksi yang banyak persoalan seperti tim pansel yang diterpa isu miring dan terkesan ahistoris. Kedua, adanya kedekatan pimpinan KPK saat ini, khususnya Firli dengan institusi kepolisian. "Mereka (Pansel) diasumsikan publik memberikan karpet merah kepada penegak hukum untuk menjadi pimpinan KPK, ini tidak ada nilai integritas sedikit pun, karena justru figur yang lolos menjadi pimpinan KPK adalah orang-orang yang sebelumnya memiliki 'catatan' di masa lalu," ujarnya.

Alasan selanjutnya, adalah soal integritas. Kurnia menyatakan ada satu di antara lima pimpinan KPK yang tidak patuh melaporkan LHKPN. Ini menjadi catatan krusial karena KPK adalah lembaga yang mengurus laporan kekayaan pejabat negara. Terakhir, menjadi poin penting utama, adalah didapuknya Firli sebagai pimpinan KPK. Jika Firli enggan mundur dari Polri, pemberantasan korupsi akan terkendala, terutama ketika berhubungan dengan petinggi kepolisian.

Masuknya Firli dinilai ICW tidak terlepas dari peran Istana dan DPR yang dianggap meloloskan figur terduga pelanggar kode etik. "Menurut kami, ini benar-benar disponsori langsung oleh Istana atau Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dan juga anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang. Istana dan DPR berhasil meloloskan lima figur pimpinan KPK yang kita nilai paling buruk sepanjang sejarah KPK," ujar Kurnia.

Hadirnya UU KPK

Selain masalah kepemimpinan KPK, ICW juga menyoroti hadirnya UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK yang justru dianggap memperlemah lembaga antirasuah. ICW menilai dengan hadirnya UU KPK yang baru ini maka niat pemerintah dan DPR untuk menggembosi KPK dianggap berhasil.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait