3 Peristiwa Menarik dalam Episode Sidang Sengketa Pilpres di MK
Berita

3 Peristiwa Menarik dalam Episode Sidang Sengketa Pilpres di MK

Perdebatan yang disajikan tidak hanya sampai menyentuh aspek-aspek teknis tapi juga sangat filosofis.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Salah satu momen PHPU Pilpres di MK Juni 2019 silam. Foto: RES
Salah satu momen PHPU Pilpres di MK Juni 2019 silam. Foto: RES

Tahun 2019 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Pesta demokrasi yang ditandai dengan Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diselenggarakan secara serentak untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia. Pada 17 April 2019, publik tanah air berbondong-bondong menyalurkan hak suaranya di tempat pemungutan suara yang telah disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana Pemilu.

 

Salah satu hal menarik yang bisa dilihat kembali dari seluruh rangkaian Pemilu ini adalah  Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang bermuara di Mahkamah Konstitusi. Rangkaian persidangan PHPU sengketa Pemilihan Presiden–Wakil Presiden yang dilaksanakan MK sejak 14-27 Juni 2019 memutuskan pasangan Joko Widodo–Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih setelah menolak seluruh permohonan kubu Pasangan 02 selaku Pemohon.

 

Hukumonline mencatat sejumlah peristiwa menarik dalam setiap episode persidangan PHPU Pilpres di MK. Salah satunya ketika panggung persidangan MK seolah-olah berubah menjadi ruang perkuliahan di Fakultas Hukum. Bagaimana tidak, selain sembilan orang majelis hakim dengan latar belakang pendidikan hukum, ahli-ahli yang dihadirkan oleh para pihak juga merupakan pakar-pakar di bidangnya sehingga perdebatan yang disajikan tidak hanya sampai menyentuh aspek-aspek teknis tapi juga sangat filosofis. Sebuah momen yang belum tentu bisa disaksikan setiap saat oleh publik.

 

  1. Benturan Aliran Hukum

Hukumonline mencatat bagaimana dalam menyusun permohonannya, para pemohon dalam sidang PHPU Pilpres sudah memulai dengan argumentasi dengan menggunakan pendekatan yang menurut Pemohon saat itu lebih progresif. Pendekatan keadilan prosedural yang kerap dipakai oleh MK digugat oleh Pemohon dalam kesempatan tersebut.

 

Pemohon menganggap pendekatan ini bersifat konservatif, lebih menerapkan keadilan prosedural, dan berlandaskan pada pemahaman bahwa kecurangan Pemilu merupakan ranah kompetensi Bawaslu, bukan Mahkamah Konstitusi. “Secara tegas, Pemohon menolak penggunaan pendekatan ini,” ujar Kuasa hukum Pemohon kala itu.

 

Dalil yang digunakan oleh Pemohon adalah untuk menegakkan keadilan Pemilu secara susbtantif, MK tidak bisa hanya diletakkan sebagai pemutus sengketa hasil Pemilu secara kuantitatif, hitung-hitungan. MK didorong untuk lebih progresif dalam mengadili sengketa PHPU Pilpres.

 

Pemohon mendalilkan dan menghadirkan sejumlah saksi dan ahli yang secara kualitatif menggambarkan telah terjadinya dugaan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Melalui pendekatan ini, kuasa hukum pemohon berpandangan bahwa Mahkamah tetap berwenang untuk memeriksa secara keseluruhan tahapan proses Pemilu. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait