Ini 5 Masalah Hukum Akibat Banjir
Utama

Ini 5 Masalah Hukum Akibat Banjir

Mulai dari gugatan masyarakat (Citizen Law Suit), asuransi, waris, rusak dokumen, hingga perjanjian kontrak.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Potret banjir di wilayah Pengadegan, Jakarta Selatan. Foto: RES
Potret banjir di wilayah Pengadegan, Jakarta Selatan. Foto: RES

Banjir yang terjadi di beberapa wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat beberapa hari terakhir menimbulkan sejumlah masalah. Tidak hanya menimbulkan kehilangan harta benda, menurut data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ditambah wilayah Lebak, 53 orang meninggal dunia akibat kejadian ini (data terakhir pada Sabtu 4 Januari 2020, pukul 10.00 WIB).

 

Hukumonline mencoba mengulas setidaknya ada lima masalah hukum yang mungkin timbul akibat banjir. Mulai dari gugatan masyarakat (Citizen Law Suit), asuransi baik kendaraan ataupun rumah, pengalihan hak dari para korban yang meninggal dunia, hilangnya dokumen, hingga apakah banjir bisa menjadi alasan untuk menunda perjanjian seperti kontrak ataupun pengantaran barang yang dibeli secara online. 

 

1. Citizen Law Suit

Kasus gugatan warga terhadap pemerintah memang sudah beberapa kali terjadi. Yang cukup menjadi perhatian yaitu gugatan berkaitan dengan kebakaran hutan. Majelis hakim mulai dari Pengadilan Negeri Palangkaraya hingga Mahkamah Agung memenangkan gugatan warga yang meminta menerbitkan sejumlah regulasi untuk menangani dan mencegah karhutla, dan mendirikan rumah sakit khusus paru-paru karena polusi udara. 

 

Sementara berkaitan dengan banjir, masyarakat juga pernah menggugat pemerintah akibat banjir yang terjadi pada 2002 lalu. Alasannya selain menelan korban, penanganan pemerintah terhadap bencana tersebut juga terkesan lambat sehingga masyarakat dirugikan. 

 

Tetapi Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai oleh Cornel Sianturi memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan oleh perwakilan warga DKI yang menjadi korban banjir. Gugatan tersebut diajukan terhadap Presiden RI dan Gubernur DKI serta Gubernur Jawa Barat selaku turut tergugat.

 

Ketiganya dianggap bertanggung jawab atas bencana banjir yang melanda Jakarta pada Januari 2002 karena telah tidak memberikan peringatan dini kepada warganya serta tidak melakukan langkah-langkah penanggulangan banjir yang semestinya. Dalam gugatannya, penggugat meminta para tergugat untuk membayar ganti rugi immateriil Rp1,2 triliun.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis berpendapat bahwa Presiden RI selaku kepala pemerintahan tidak terbukti melakukan perbuatan hukum karena tidak memiliki kewajiban normatif untuk menanggulangi bencana banjir. Lagi pula, Presiden melalui PP No.47/1997 tentang Tata Ruang Nasional dan Keppres No14/1999 tentang Penataan Ruang Jabotabek, dinilai telah memiliki program terpadu untuk menanggulangi bencana banjir.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait