Omnibus Law Perpajakan Bakal Intervensi Aturan Pajak di Daerah
Berita

Omnibus Law Perpajakan Bakal Intervensi Aturan Pajak di Daerah

Tarif range rate disebut lebih ideal untuk sistem otonomi daerah, asalkan tarif harus dihitung ulang agar tidak mendistorsi kegiatan investasi.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES

Demi mendukung investasi dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia, Pemerintah saat ini sibuk membahas Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Sejumlah RUU Omnibus Law yang saat ini tengah dibahas adalah RUU tentang Cipta Lapangan Kerja; RUU Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM); RUU tentang Perpajakan; dan RUU tentang Perpindahan Ibukota Negara.

 

Secara keseluruhan pasal-pasal terkait perizinan merupakan pasal yang paling dominan yang akan diintegrasikan. Kurang lebih terdapat 700 pasal dari 52 undang-undang yang mengatur tentang perizinan yang akan diintegrasikan dalam omnibus law.

 

Salah satu RUU omnibus law yang cukup gencar dibahas adalah sektor Perpajakan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa omnibus law di bidang perpajakan hanya berisi 28 pasal dan terbagi dalam 6 cluster.

 

Cluster pertama tentang cara meningkatkan investasi melalui penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan PPh bunga. Cluster kedua, sistem teritorial yaitu bagaimana penghasilan deviden luar negeri akan dibebaskan pajak, asalkan diinvestasikan di Indonesia.

 

Cluster ketiga mengenai subjek pajak Orang Pribadi (OP), yang mengatur OP Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI). Cluster keempat, tentang cara meningkatkan kepatuhan perpajakan yaitu mengatur ulang sanksi dan imbalan bunganya. Cluster kelima, untuk ekonomi digital, yaitu perpajakan transaksi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Ini termasuk penunjukan platform digital untuk pemungutan PPN dan mereka yang tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajaknya. Hal ini terutama untuk merespons perusahaan-perusahaan digital yang tidak ada di Indonesia namun dia mendapatkan income dari Indonesia seperti Netflix, Amazon.

 

Dan cluster keenam, adalah insentif-insentif pajak seperti tax holiday, super deduction, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PPh untuk surat berharga, dan insentif pajak daerah dari Pemda.

 

Baca:

Tags:

Berita Terkait