Bahasa Hukum: Mengenal Istilah Internering, Externering, dan Verbanning
Berita

Bahasa Hukum: Mengenal Istilah Internering, Externering, dan Verbanning

Ada tiga istilah hukum yang dikenal dalam peristiwa pengasingan atau pembuangan tokoh-tokoh nasional agar menjauh dari pusat kekuasaan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Foto: MYS
Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Foto: MYS

Dipajang di salah satu ruangan, surat itu bertarikh 22 Juli 1940. Ditulis dalam bahasa Belanda dan ditujukan kepada gubernur Jenderal Hindia Belanda di Buitenzorg (Bogor), nama Soekarno disebut-sebut pada bagian awal sebagai geinterneerde te Benkoelen’. Surat itu intinya berisi permohonan kenaikan tunjangan bagi Soekarno yang lagi diasingkan ke Bengkulu dan keluarganya.

Salinan surat tersebut kini dapat dilihat dan dibaca di salah satu kamar Rumah Kediaman Bung Karno pada waktu pengasingan di Bengkulu (1938-1942). Berlokasi di Kelurahan Anggut Atas Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, semula rumah itu milik pedagang bernama Lion Bwe Seng, yang disewa Belanda untuk tempat pengasingan Bung Karno. Kini, rumah pengasingan Bung Karno itu telah menjadi cagar budaya, seperti halnya rumah pengasingan Bung Karno lain seperti di Enda Nusa Tenggara Timur.

Bagi yang senang berwisata ke tempat-tempat bersejarah, Anda mungkin akan menemukan rumah pembuangan atau pengasingan sejumlah tokoh nasional yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Boven Digul juga termasuk kamp pengasingan dan pembuangan tokoh-tokoh pejuang selama periode 1928-1942. Wakil Presiden pertama, Moh. Hatta, termasuk yang pernah dibuang ke sana. Dari sana Hatta dipindahkan ke Banda Neira. Dalam buku Memoir (2002-351-364), Hatta menceritakan pengalamannya dibuang ke wilayah Timur Indonesia itu.

“Pada suatu hari dalam bulan November 1935, waktu aku sedang menanak nasi dan memanasi ikan asin di dapur, datang Kapten Wiarda langsung menuju aku dan memperlihatkan kepadaku sebuah telegram dari Ambon yang memuat putusan Pemerintah Hindia Belanda, bahwa tempat interniranku dipindahkan ke Banda Neira,” tulis Hatta dalam Memoir.

(Baca juga: Inilah Generasi Pertama Orang Indonesia Lulusan Sekolah Hukum).

Kisah tentang geinterneerde Bung Karno ke Bengkulu dan interniran Bung Hatta ke Banda Neira hanya sekelumit kisah tokoh nasional yang pernah diasingkan Pemerintah Hindia Belanda. Faktanya, banyak sekali tokoh nasional yang dibuang ke suatu tempat, atau dibuang ke luar negeri. Dari kisah itu diketahui salah satu istilah hukum yakni ‘interneren’, yang dalam beberapa buku teks disebut juga ‘internering’.

Secara leksikal, kata ‘internering’ berasal dari kata kerja ‘interneren’, yang dalam Kamus Belanda-Indonesia karya Susi Moeimam dan Hein Steinhauer (2017: 480) hanya diartikan sebagai ‘menginternir’. Kalau disebut ‘internering in kampen’ bermakna penginterniran di tempat pengasingan. Selain internering, dikenal pula istilah externering dan verbanning. Lema ‘externering’ berasal dari extern yang bermakna sesuatu yang berada di luar. Dalam kamus yang sama, verbanning diartikan sebagai pengasingan, pengucilan, pembuangan. Misalnya, kalimat ‘Syahrir werd verbannen naar Boven Digul’ berarti Syahrir dibuang/diasingkan/dikucilkan ke Boven Digul (2017: 1094). Tokoh tiga serangkai Ernest Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat pernah dibuang ke Belanda. Demikian pula tokoh-tokoh PKI (dulu bernama ISDV), beberapa orang diasingkan ke luar negeri, pasca pemberontakan PKI 1926-1927.

Asis Safioedin, dalam bukunya Daftar Kata Sederhana tentang Hukum (1984) mengartikan lema interneren sebagai menawan (seseorang); externeren sebagai mengasingkan atau membuang ke luar negeri; dan verbannen sebagai membuang, mengasingkan. Dalam bahasa Belanda dikenal juga istilah balling dan banneling yang bermakna membuang, mengasingkan, atau orang buangan.

Tags:

Berita Terkait