Jatam: Ada 71 Konflik Pertambangan Periode 2014-2019
Berita

Jatam: Ada 71 Konflik Pertambangan Periode 2014-2019

Masyarakat yang menolak tambang kerap mengalami kriminalisasi dan kekerasan dengan beragam pasal pemidanaan. Sedikitnya ada 8 pasal yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat penolak izin usaha pertambangan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan minerba. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan minerba. Foto: RES

Sektor pertambangan cukup ramai menjadi perbincangan publik di tahun 2019. Bahkan RUU Minerba menjadi salah satu dari lima RUU yang ditunda pengesahannya di DPR. Praktik perizinan sampai beroperasinya perusahaan tambang tak jarang menyulut aksi protes yang berujung pada konflik di masyarakat.

 

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai hampir seluruh perusahaan tambang yang masuk ke suatu wilayah selalu diwarnai konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah, atau antar kelompok masyarakat itu sendiri.

 

Peneliti Jatam Ki Bagus Hadikusuma mencatat periode 2014-2019 terdapat 71 konflik di sektor pertambangan. Konflik itu terjadi antara masyarakat yang menolak izin usaha pertambangan melawan perusahaan dan pemerintah. Kasus itu terjadi pada lahan seluas 925.748 hektar. Konflik paling banyak terjadi di provinsi Kalimantan Timur (14 kasus); diikuti Jawa Timur (8 kasus); dan Sulawesi Tengah (9 kasus). Konflik itu terkait keberadaan tambang emas (23 kasus), batubara (23 kasus), dan pasir besi (11 kasus).

 

“Seluruh konflik tambang itu terjadi pada lahan seluas 925.748 hektar atau setara 2 kali luas Brunei Darussalam,” kata Bagus dalam peluncuran Catatan Awal Tahun 2020 dan Proyeksi di Jakarta, Senin (6/1/2019). Baca Juga: Sejumlah Cacatan Jatam Soal Draft Revisi UU Minerba

 

Bagus juga mencatat ada 33 kasus kriminalisasi dan serangan terhadap masyarakat yang menolak izin usaha pertambangan. Tahun 2019, Jatam mencatat ada 4 kasus kriminalisasi, 2 kasus diduga penyerangan yang menyebabkan kematian, dan 4 intimidasi oleh preman diduga suruhan pemilik perusahaan tambang. Kriminalisasi dan serangan ini paling banyak terjadi di Kalimantan Timur dan Jawa Tengah (4 kasus) diikuti Bangka Belitung (2 kasus); Maluku (2) kasus; Jawa Timur (1 kasus); Sumatera Utara (1 kasus); Sumatera Barat (1 kasus); dan Kalimantan Selatan (1 kasus).

 

Jatam menghitung sedikitnya ada 8 pasal yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat penolak izin usaha tambang. Pertama, Pasal 162 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), mengancam pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta bagi setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan.

 

Kedua, Pasal 170 KUHP, yang mengancam pidana penjara 5 tahun 6 bulan bagi siapa saja yang menggunakan kekerasan. Kriminalisasi dengan menggunakan pasal ini antara lain menimpa Tubagus Budhi Firbany, dia ditahan karena menghadang kapal tambang timah di Bangka Belitung tahun 2015. Kemudian 6 remaja di bawah umur ditangkap menggunakan pasal ini karena menolak tambang batu di desa Wisnu, Watukumpul, Pemalang, Jawa Tengah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait