Usul Walhi untuk Pemulihan Krisis Ekologi di Jakarta
Berita

Usul Walhi untuk Pemulihan Krisis Ekologi di Jakarta

Mulai memperkuat pengelolaan dan pengurangan sampah secara terukur, melibatkan masyarakat dalam pemulihan lingkungan hidup, melindungi wilayah kelola rakyat pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman industry, hingga mengutamakan keselamatan rakyat ketimbang pembangunan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
WALHI. Foto: Hol.
WALHI. Foto: Hol.

Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya serta daerah lain yang terjadi awal tahun 2020 berdampak buruk terhadap lingkungan. Mengutip data BNPB, ada 63 titik banjir di Jakarta dengan total pengungsi 11.474 orang. Padahal menurut BMKG awal tahun 2020 merupakan awal musim hujan, puncaknya diprediksi akan terjadi Februari-Maret.

 

Pengkampanye Walhi Jakarta Rehwinda Naibaho mengatakan beberapa tahun lalu Walhi menyatakan Indonesia berada dalam darurat ekologis, termasuk Jakarta. Artinya, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup mengalami kemerosotan serius karena model pembangunan yang tidak berpihak pada lingkungan hidup dan HAM. Sayangnya, upaya pemerintah untuk melakukan pemulihan ekologi sangat lambat.

 

Perempuan yang akrab disapa Rere ini mengingatkan awal tahun 2019 pemerintah provinsi Jakarta berjanji akan menerbitkan kebijakan penggunaan kantong plastik sekali pakai, tapi regulasinya baru terbit akhir 2019 melalui Pergub DKI Jakarta No.142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat. Intinya, beleid ini mewajibkan pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat menggunakan kantong belanja ramah lingkungan.

 

Sekalipun Pergub itu diterbitkan dalam waktu yang cukup lama, Rere menilai regulasi ini luput mengatur larangan penggunaan styrofoam. Sebagaimana diketahui styrofoam mengandung materi berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, bahkan pemerintah provinsi Jakarta kerap mengeluhkan sampah styrofoam yang mencemari sungai dan laut Jakarta.

 

Selain itu, pemerintah provinsi Jakarta juga belum menerbitkan kebijakan yang melarang penggunaan air tanah untuk kepentingan komersil, seperti perkantoran dan bisnis. Penggunaan air tanah untuk kepentingan komersil ini berkaitan dengan krisis air yang terjadi di Jakarta. Walhi mencatat tahun 2019 sedikitnya 25 titik di Jakarta rawan kekeringan.

 

“Selain mengalami krisis air secara kuantitas, secara kualitas pun upaya pemulihan belum signifikan. Bisa dilihat setiap tahun sungai di Jakarta terus terbebani pencemaran, penyebabnya penegakan hukum yang tidak tegas oleh pemerintah provinsi Jakarta,” kata Rere dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (8/1/2020). Baca Juga: Jatam: Ada 71 Konflik Pertambangan Periode 2014-2019

 

Dalam penegakan hukum lingkungan, Rere mencatat tahun 2018 pemerintah provinsi Jakarta hanya memberi teguran terhadap 36 usaha di Jakarta Barat yang membuang limbah ke sungai. Data pemerintah provinsi Jakarta tahun 2014 kondisi aliran sungai yang tercemar berat 32 persen; tahun 2015 meningkat jadi 43 persen; tahun 2016 sebesar 60 persen; dan 2017 naik menjadi 61 persen. Begitu juga kualitas air di situ/waduk yang tercemar berat sebanyak 10 persen tahun 2015 naik menjadi 57,25 persen tahun 2017.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait