Belajar dari Kasus Reynhard Sinaga, Saatnya Reformulasi Pengaturan Perkosaan
Kolom

Belajar dari Kasus Reynhard Sinaga, Saatnya Reformulasi Pengaturan Perkosaan

​​​​​​​Jangan sampai pelaku menjadi tidak dapat dijerat karena aturan hukum yang memang tidak memadai.

Bacaan 2 Menit
Nefa Claudia Meliala. Foto: Istimewa
Nefa Claudia Meliala. Foto: Istimewa

Beberapa waktu belakangan publik dikejutkan dengan mencuatnya kasus Reynhard Sinaga ke permukaan. Pemuda berusia 36 tahun ini menjadi perbincangan karena terlibat dalam 159 kasus kekerasan seksual di mana 136 kasus di antaranya adalah kasus perkosaan. Kejahatan ini terjadi sepanjang tahun 2015 hingga 2017.

 

Diduga 190 orang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan Reynhard dan 48 orang di antaranya adalah pria berusia antara 17 hingga 36 tahun yang diperkosa berkali-kali. Dalam kasus ini polisi juga menemukan bukti 193 rekaman video pemerkosaan yang dilakukan Reynhard.

 

Tiap kali melakukan aksinya Reynhard memberikan korban minuman keras yang telah terlebih dahulu dicampur obat bius. Para korban kemudian diperkosa saat sudah tak sadarkan diri. Kasus ini akhirnya terbongkar karena pada bulan Juni 2017 salah satu korban terbangun saat diperkosa, lalu melaporkan perbuatan Reynhard ke polisi.

 

Setelah melalui proses hukum, Reynhard akhirnya divonis hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Manchester. Keseluruhan proses hukum atas kasus ini berlangsung di Inggris. Apa jadinya kalau kasus ini terjadi di Indonesia?  

 

Ketentuan Pasal 285 KUHP mengatur perkosaan secara sangat sempit

KUHP sesungguhnya tidak mengenal terminologi kekerasan seksual. Istilah yang digunakan dalam KUHP adalah Kejahatan Terhadap Kesusilaan yang diatur dalam Bab XIV Pasal 281 sampai Pasal 303 KUHP. Beberapa kejahatan terhadap kesusilaan yang diatur dalam bab ini di antaranya adalah perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP dan perbuatan cabul yang diatur dalam Pasal 289 sampai Pasal 296 KUHP.

 

Pasal 285 KUHP menyatakan: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

 

Dengan membaca ketentuan pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat mengkualifikasi suatu perbuatan sebagai tindak pidana perkosaan.

Tags:

Berita Terkait