Bencana Lingkungan & Urgensi Omnibus Law Lingkungan
Kolom

Bencana Lingkungan & Urgensi Omnibus Law Lingkungan

​​​​​​​Gagasan penyusunan regulasi omnibus law lingkungan haruslah mampu mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan baik di daerah maupun di perkotaan berjangka panjang.

Bacaan 2 Menit
Wahyu Nugroho. Foto: Istimewa
Wahyu Nugroho. Foto: Istimewa

Permasalahan lingkungan menjadi vital bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya saat terjadi ketidakseimbangan alam dan ekosistem karena tidak mendapatkan daya dukung maupun daya tampung lingkungan hidup. Memasuki awal tahun 2020 disambut dengan banjir di sejumlah wilayah khususnya Jabodetabek menjadi pelajaran berharga akan pentingnya manusia dalam menjaga lingkungan.

 

Dampak manusia yang tidak menjaga dan menghormati lingkungan belakangan ini berupa banjir, kebakaran hutan maupun tanah longsor bukan hanya dinilai sebagai fenomena alam belaka, melainkan juga karena kesalahan manusia (human error). Bahkan, bencana lingkungan ini menjadi bencana global atau internasional, karena di beberapa negara seperti Australia, Filipina juga mengalami hal yang sama.

 

Manusia yang berjubah penguasa menjadi titik penentu dalam kebijakan lingkungan dan penataan ruang untuk melakukan evaluasi dan reorientasi agenda investasi yang tetap taat terhadap instrumen lingkungan hidup yang dikemas dalam sebuah regulasi. Di sinilah fungsi preventif harus berjalan, bukan melakukan beberapa langkah atau penindakan setelah terjadi bencana lingkungan yang setelah ditarik ke atas, ada kaitannya dengan permasalahan kesalahan atas kebijakan lingkungan, pelanggaran tata ruang dan perizinan.  

 

Membangun Budaya Kesadaran kolektif

Manusia baru menyadari bahwa pada saat terjadi bencana atau musibah berkaitan dengan ketidakseimbangan alam mengingatkan akan pentingnya membangun kesadaran kolektif dalam menjaga keseimbangan lingkungan dengan berbagai cara, di antaranya adalah ketersediaan ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat bagi setiap rumah, gerakan hijaunisasi baik dalam konsumsi produk, mengurangi timbulnya sampah, maupun penggunaan barang bekas yang dapat dimanfaatkan kembali dengan prinsip reduce-reuse-recycle.

 

Di negara-negara maju seperti jepang dan Korea Selatan telah berhasil dalam melakukan pengolahan sampah yang dapat didaur ulang, bahkan Norwegia dengan sistem deposit setiap pembelian botol minum. Selain persoalan budaya masyarakat dan kebijakan lingkungan atas konsumsi produk, juga tak kalah pentingnya ketaatan investor terhadap instrumen lingkungan yang diikuti dengan pengawasan pemerintah dan masyarakat.

 

Budaya kesadaran kolektif yang semakin meningkat, akan melahirkan sistem ‘Atur Diri Sendiri’ (ADS) dalam kebijakan lingkungan hidup. Namun saat ini di Indonesia masih menggunakan sistem ‘Atur Dan Awasi’ (ADA), artinya regulasi, perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah, kemudian diikuti dengan pengawasan, dan diikuti dengan ketegasan dalam pemberian sanksi dari administrasi, perdata, hingga pidana apabila terindikasikan ada kejahatan lingkungan.

 

Indonesia sebagai negara berkembang yang masih memanfaatkan sumber daya alam sebagai bahan baku untuk pembangunan ekonomi nasional, masih berada dalam taraf atur dan awasi, mengingat kesadaran dalam perizinan dan diikuti dengan pengawasan hingga pemberian sanksi masih sangat diperlukan, khususnya instrumen di bidang lingkungan sebagai fungsi pengendalian.

Tags:

Berita Terkait