Pakar Kritik Penggunaan ‘Surplus DJS’ Agar Iuran JKN Tidak Naik
Berita

Pakar Kritik Penggunaan ‘Surplus DJS’ Agar Iuran JKN Tidak Naik

Jika direksi BPJS Kesehatan menjalankan rekomendasi Komisi IX DPR dengan mengalihkan surplus DJS untuk membayar selisih agar iuran kelas 3 PBPU/BP tidak naik, dapat terancam sanksi administratif.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES

Kenaikan iuran JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sudah berlaku sejak 1 Januari 2020. Banyak pihak berharap kenaikan iuran itu bisa mengatasi persoalan defisit dana jaminan sosial (DJS) untuk program JKN. Tapi ada juga pihak yang menolak kenaikan iuran ini, khususnya untuk peserta kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU), bukan pekerja (BP) atau peserta mandiri yang mengambil ruang perawatan kelas 3.

 

Salah satu pihak yang tidak setuju dengan kenaikan kelas 3 bagi peserta PBPU/BP ini yakni Komisi IX DPR. Hasil rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, DJSN, LKPP, Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan 12 Desember 2019 memuat 2 kesimpulan.

 

Salah satu kesimpulan itu menyebut Komisi IX mendukung langkah Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan DJSN untuk memanfaatkan surplus DJS (kelebihan dana iuran) sebagai alternatif solusi untuk membayar selisih kenaikan iuran PBPU/BP kelas 3 sejumlah 19.961.569 jiwa. Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan menjamin per 1 Januari 2020 dapat diimplementasikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

Mantan Ketua DJSN Chazali Husni Situmorang mengatakan usulan penggunaan surplus guna mengatasi agar iuran PBPU/BP kelas 3 tidak naik merupakan salah satu solusi yang ditawarkan Menteri Kesehatan dalam rapat kerja itu di Komisi IX DPR. Tapi perlu diingat, istilah surplus atau profit itu tidak ada dalam jaminan sosial karena yang dikenal yakni prinsip keseimbangan antara manfaat yang diperoleh peserta dengan besaran iuran.

 

Jika dalam perjalanannya besaran iuran mampu memenuhi manfaat yang dibutuhkan peserta sehingga dananya berlebih, maka dikaji kembali apakah cadangan teknis sudah masuk dalam perhitungan. Jika cadangan teknis sudah dihitung dan masih ada dana lebih, langkah berikutnya menghitung tarif INA-CBGs apakah perlu disesuaikan.

 

Chazali melanjutkan jika semua sudah dihitung dan ternyata dana yang diperoleh dari iuran masih berlebih, maka besaran iuran dikurangi untuk disesuaikan dengan kebutuhan sehingga antara manfaat dan iuran kembali pada titik keseimbangan. Dia mengingatkan dalam penyelenggaraan jaminan sosial ada 9 prinsip, salah satunya nirlaba.

 

“Ini prinsip utama yang harus dipahami masyarakat dan pejabat negara,” kata Chazali dalam diskusi di Jakarta, Rabu (15/1/2020). Baca Juga: Perhatikan 3 Tarif Ini Bakal Naik pada 2020

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait