Adu Pendapat Ahli di Sidang Praperadilan tentang ‘Pengembalian Mandat’ Pimpinan KPK
Berita

Adu Pendapat Ahli di Sidang Praperadilan tentang ‘Pengembalian Mandat’ Pimpinan KPK

Selain mengenai mandate, ahli juga berbeda pendapat tentang pegawai KPK belum ASN.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Adu Pendapat Ahli di Sidang Praperadilan tentang ‘Pengembalian Mandat’ Pimpinan KPK
Hukumonline

Pengadilan Negeri Jakarta telah menggelar sidang praperadilan yang diajukan Rezky Herbiono, Nurhadi, dan Hiendra Soenjoto. Ketiganya ditetapkan KPK sebagai tersangka suap. Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiono, diduga menerima suap dari pengusaha Hiendra. Para pemohon praperadilan mempersoalkan penetapan mereka sebagai tersangka. Dalam persidangan sepanjang 13 dan 14 Januari 2020 para pihak sudah menyampaikan pandangan mereka. Untuk memperkuat argumentasi, pemohon dan termohon menghadirkan ahli.

Salah satu yang menarik dalam persidangan adalah kehadiran dan adu pendapat ahli yang diajukan para pihak. Pemohon menghadirkan dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Ridwan. Sebaliknya, KPK menghadirkan dosen Hukum Administrasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, W. Riawan Tjandra.

Salah satu pokok yang menjadi perdebatan adalah pengembalian mandat. Para pemohon menganggap penetapan tersangka mereka oleh komisioner lama tidak sah karena saat itu tiga orang pimpinan KPK sudah menyatakan mengembalikan mandat kepada Presiden Joko Widodo. Pernyataan pengembalian mandat itu disampaikan secara terbuka oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada 13 September 2019. Kala itu, selain Saut, komisioner yang dianggap menyerahkan mandat adalah Laode M Syarif dan Agus Rahardjo.

Kuasa hukum para pemohon Maqdir Ismail kembali mempertanyakan keabsahan penetapan tersangka oleh pimpinan KPK yang sudah menyatakan mengembalikan mandat. Ahli yang dihadirkan pemohon, Ridwan, berpandangan bahwa penyerahan mandat sama saja pengunduran diri. Konsekuensi, pernyataan pengunduran diri seseorang dari jabatan publik terlepas diterima atau tidak, akan melunturkan seluruh kewenangan seseorang di jabatan tersebut.

(Baca juga: Bahasa Hukum: Mengembalikan ‘Mandat’).

Menurut Ridwan, ketiga komisioner KPK yang menyerahkan mandat sudah tak punya kewenangan lagi terkait jabatannya karena sudah menyerahkan mandat. "Sehingga seseorang yang mengundurkan diri itu bisa dipandang seseorang yang telah meletakkan kewenangan dan fungsinya sebagai pejabat. Tidak ada syaratnya seseorang mengundurkan diri apa tolak ukurnya," ujar Ridwan di persidangan, Rabu (15/1).

Selain penyerahan mandat, Maqdir juga menanyakan perihal status penyidik dan penyelidik yang bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 24 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) menyebut pegawai KPK merupakan korps profesi pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Maka ketika kewajiban tidak terpenuhi sedang dengan sendirinya syarat hilang sehingga dari sini penggunaan norma orang nggak punya syarat pelaksanaan pekerjaannya cacat. Karena syarat yang tidak formal kalau ada syarat yang nggak terpenuhi yaitu ini cacat secara formal," ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait