Kebijakan Restorasi Gambut Dinilai Tidak Optimal
Berita

Kebijakan Restorasi Gambut Dinilai Tidak Optimal

Karena pengawasan pemerintah terhadap restorasi gambut di lahan konsesi perusahaan sangat lemah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kayu dari hutan Indonesia. Foto: SGP
Ilustrasi kayu dari hutan Indonesia. Foto: SGP

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) besar yang terjadi 2015 telah mendorong pemerintah untuk membenahi tata kelola hutan dan lahan termasuk lahan gambut. Perbaikan itu dilakukan dengan menerbitkan sejumlah regulasi antara lain Perpres No.1 Tahun 2016 tentang Restorasi Gambut, dan PP No.57 Tahun 2016 tentang Perubahan PP No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Tapi kebijakan pemerintah untuk melakukan restorasi gambut itu ini dinilai tidak optimal.

 

Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan, M Hairul Sobri, menilai belum ada upaya serius pemerintah untuk melakukan restorasi gambut, terutama di lahan konsesi perusahaan. Minimnya upaya pemulihan ini menyebabkan karhutla berpotensi terus terjadi setiap tahun.

 

Alih-alih melakukan evaluasi terhadap lahan gambut yang berada di daerah konsesi, pemerintah malah menerbitkan izin untuk pemanfaatan lahan gambut oleh perusahaan. “Karhutla terus berulang dan terjadi di perusahaan yang sama. Perusahaan besar sering lepas dari ancaman hukum,” kata M. Hairul Sobri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (20/1/2020). Baca Juga: Pemerintah Stop Pemberian Izin Baru Hutan Primer dan Lahan Gambut

 

Padahal, seperti diketahui pada 7 Agustus 2019 lalu, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Inpres ini diteken untuk upaya berkesinambungan menyelamatkan keberadaan hutan alam primer dan lahan gambut, serta upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

 

Presiden menginstruksikan beberapa menteri, diantaranya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; hingga kepala daerah untuk penghentian pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, seperti tercantum dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian lzin Baru. Penghentian pemberian izin baru ini berlaku bagi pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut, dengan pengecualian.

 

Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo mengingatkan PP No.57 Tahun 2016 mengatur penanggung jawab usaha untuk melakukan pengendalian kerusakan ekosistem gambut dengan lingkup pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan kerusakan. Upaya restorasi atau pemulihan ekosistem gambut merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan untuk mengembalikan fungsi ekosistem gambut dengan melakukan beberapa kegiatan, seperti membangun sekat kanal (rewetting) atau pembasahan lahan gambut.

 

“Ini berfungsi menjaga gambut tetap basah dan menghindari kekeringan yang rentan terbakar,” kata Okto dalam kesempatan yang sama.

Tags:

Berita Terkait