Jangan Biarkan KPK Meranggas
Kolom

Jangan Biarkan KPK Meranggas

​​​​​​​Rentetan panjang upaya pelemahan KPK kini mulai memperlihatkan hasil nyatanya.

Bacaan 2 Menit
Eryanto Nugroho. Ilustrator: BAS
Eryanto Nugroho. Ilustrator: BAS

Sulit membangun optimisme publik terhadap KPK saat ini, terutama bila melihat perkembangan situasi beberapa waktu belakangan. Namun publik jangan buru-buru putus harapan, karena setiap yang meranggas masih punya dua kemungkinan: rontok mati selamanya, atau bangkit dan bersemi kembali.

 

Lagipula, harapan haruslah diciptakan dan diupayakan. Mengingat sejarah lembaga pemberantasan korupsi dari masa ke masa, serangan balik dan upaya pelemahan adalah suatu keniscayaan yang akan selalu harus dihadapi.

 

Sengkarut masalah izin penggeledahan baru-baru ini, di mana terjadi saling lempar masalah antara Komisioner KPK dan Dewan Pengawasnya, nampaknya baru merupakan percikan awal dari sederetan potensi masalah yang bisa timbul akibat disahkannya perubahan kedua UU KPK yang kontroversial ini (UU No.19 Tahun 2019).

 

Kesan berantakan dan terburu-buru memang kental terasa ketika melihat proses pembentukan undang-undang perubahan UU KPK ini. Hanya dalam waktu 12 hari (menjadi RUU usul inisiatif DPR pada 5 September 2019, disahkan di Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019), Presiden dan DPR membahas dan menyetujui bersama perubahan undang-undang yang mengatur jantung pergerakan lembaga pemberantas korupsi di Indonesia ini. Perubahan UU KPK ini mengandung penuh masalah, mulai dari yang besar dan mendasar seperti persoalan independensi lembaga KPK, sampai ke “soal kecil tapi berdampak besar” tentang salah ketik batasan usia minimal pimpinan KPK.

 

KPK sendiri telah mengidentifikasi 26 poin yang dianggap berisiko melemahkan KPK. Pimpinan KPK bahkan sempat menyatakan kekecewaannya karena merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan perubahan UU KPK ini, dan menyatakan menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi.

 

Dari segi proses dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, jelas bahwa perubahan UU KPK ini bermasalah. Sempat ada sedikit harapan bahwa Presiden Jokowi tidak akan ikut serta dalam genderang pembahasan RUU usul inisiatif DPR ini. Namun kenyataannya, Surat Presiden (Surpres) tetap dikeluarkan dalam waktu singkat (11 September 2019), sehingga pembahasan dan persetujuan bersama atas undang-undang ini pun berjalan lancar bahkan kilat.

 

Presiden Jokowi memang secara formal tidak menandatangani pengesahan undang-undang ini. Dalam naskah undang-undang itu, hanya ada tandatangan Tjahjo Kumolo yang mengundangkannya selaku pelaksana tugas Menteri Hukum dan HAM saat itu. Entah sinyal apa yang hendak disampaikan Presiden Jokowi yang sebelumnya bergegas mengeluarkan Surpres, tapi kemudian malah menolak tandatangan di saat pengesahan.

Tags:

Berita Terkait