Dari Regulasi Hingga Putusan Kasus Korupsi yang Menjerat Romi
Kilas Hukum:

Dari Regulasi Hingga Putusan Kasus Korupsi yang Menjerat Romi

Target Prolegnas tak perlu muluk-muluk. Regulasi bukanlah solusi langsung setiap persoalan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Sidang vonis Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/1). Foto: RES
Sidang vonis Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/1). Foto: RES

Masyarakat pemerhati isu-isu hukum masih tetap menaruh perhatian pada perkembangan penanganan kasus asuransi Jiwasraya di Kejaksaan Agung. Mengawali pekan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi juga masih mendapat sorotan, terutama penanganan perkara dugaan suap yang melibatkan anggota KPU Wahyu Setiawan. Problematika yang terjadi belakangan ditengarai sebagai ekses negatif dari revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dituangkan dalam UU No. 19 Tahun 2019. Terasa ada kegamangan menjalankan tugas-tugas pemberantasan korupsi. Sebagian menganggap problematika teknis muncul lantaran Perpres yang mengatur hal-hal teknis, misalnya hubungan kerja Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK.

 

Toh, di pengadilan, hakim-hakim Pengadilan Tipikor masih menunjukkan ‘taji’ yang tajam terhadap mereka yang diduga melakukan korupsi. Hukumonline juga berusaha mempertajam kajian terhadap dunia advokat melalui survei Peringkat Corporate Law Firm Indonesia 2020. Jangan lewatkan survei ini! Sebab inilah antara lain mekanisme untuk memotret bagaimana kondisi para lawyer Indonesia yang bergerak pada lapangan corporate.

 

Inilah benang merah lima berita hukum pilihan yang terbit Senin (21/1) kemarin. Regulasi yang baik akan menentukan bagaimana penegakan hukum yang baik, dan bergantung pada profesi hukum yang baik pula.

 

  1. Masalah Target Prolegnas 2020

DPR, DPD dan Pemerintah telah menetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020 berisi daftar 54 RUU prioritas pembahasan dalam setahun ke depan. Empat RUU berstatus carry over atau kelanjutan periode pemerintahan sebelumnya yakni RUU KUHP, RUU Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, RUU Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, dan RUU Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

 

(Baca: Tiga Catatan Penting Soal Target Prolegnas 2020)

 

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia membuat tiga catatan penting atas prolegnas tersebut. Pertama, pemerintah dan DPR (plus DPD) harus menjadikan Prolegnas 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2020 sebagai rujukan perencanaan serta politik legislasi nasional ke depan. Kedua, pembentuk undang-undang harus meninggalkan paradigma lama bahwa RUU adalah solusi atas setiap persoalan. Paradigma ini membawa konsekuensi hiperregulasi. Ketiga, pembentuk undang-undang harus meninggalkan pandangan bahwa Omnibus Law dapat menyelesaikan persoalan regulasi di semua bidang.

 

  1. Dugaan Perjanjian Tertutup Bisnis Pelumas Masuk KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah mulai menggali data dan informasi mengenai dugaan adanya perjanjian tertutup dalam bisnis pelumas. Perkara ini ditangani berdasarkan inisiatif Komisi setelah Komisi menemukan indikasi kesulitan menjual pelumas merek lain di jaringan bengkel tertentu.

 

(Baca: KPPU Tangani Perkara Dugaan Perjanjian Tertutup Bisnis Pelumas)

 

Dalam perkara ini KPPU berusaha menyelidiki penjualan jenis pelumas tertentu untuk kendaraan skutermatic. KPPU menduga ada pelanggaran Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Namun hingga kini belum ada jadwal persidangan untuk mengkonfrontir temuan-temuan awal KPPU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait