Pengadilan Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA, Begini Pertimbangannya
Utama

Pengadilan Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA, Begini Pertimbangannya

Hakim mempertimbangkan status pimpinan KPK yang dipersoalkan Nurhadi dkk.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Ahmad Jaini, menolak permohonan praperadilan yang diajukan Nurhadi Cs. Foto: AJI
Hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Ahmad Jaini, menolak permohonan praperadilan yang diajukan Nurhadi Cs. Foto: AJI

Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Jaini menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA),  Nurhadi, bersama dua pemohon lainnya Rezky Herbiono dan Hiendra Soenjoto. Hakim menilai penetapan status tersangka terhadap ketiganya sah secara hukum dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya, Rezky, Nurhadi, dan Hiendra mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan lantaran keberatan atas penetapan tersangka oleh KPK. Ketiganya menganggap keputusan KPK itu cacat hukum dan tidak sah.

Namun, hakim Ahmad Jaini berpandangan sebaliknya. Hakim menguraikan beberapa pertimbangan menolak permohonan, mulai dari status penyidik pimpinan KPK di era Agus Rahardjo  dan pengembalian mandat sejumlah komisioner, hingga status Aparatur Sipil Negara (ASN) penyidik KPK.

Para pemohon menilai Sprindik para tersangka (pemohon) tidak sah karena ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan sekaligus Direktur Penyidikan KPK, RZ. Panca Putra Simanjuntak, yang mengatasnamakan pimpinan KPK. Menurut para pemohon, status pimpinan sebagai penyidik telah dihapus dalam UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), sehingga pimpinan tidak lagi mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan ataupun sekadar mendelegasikan.

Bagaimana pendapat hakim? Dalam pertimbangan yang dibacakan dalam sidang, Selasa (21/1), hakim merujuk pada  bukti yang diajukan KPK yakni Surat Keputusan Presiden No. 133/P Tahun 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pimpinan KPK. Dalam diktum kedua SK Presiden disebutkan bahwa Agus Rahardjo dan kawan-kawan sebagai pimpinan KPK dan Pasal 21 ayat (4) UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berbunyi pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Keputusan Presiden ini berlaku mulai saat pengangkatan dan pemberhentian pimpinan hingga diangkatnya Firli Bahuri cs sebagai pimpinan KPK selanjutnya. Walhasil, kata hakim, apa yang dilakukan Agus Rahardjo cs ketika itu dapat dianggap sah, termasuk tindakan menandatangani Sprindik.

"Menimbang karena demikian masa jabatan pimpinam kpk 2015-2019 berakhir pada 20 Desember 2019 sehingga dengan demikian apa yang dilakukan pimpinan tetap sah sampai pergantian jabatan pimpinan 2019-2023 termasuk dalam menandatangani Surat Perintah Penyidikan kepada para pemohon praperadilan ini," kata hakim Jaini.

Berkaitan dengan dalil penyerahan mandat yang disampaikan para pemohon, hakim menyatakan tidak setuju pandangan ahli yang dihadirkan para pemohon. Pengembalian mandat bukanlah pengunduran diri. Sebaliknya, hakim setuju pendapat ahli yang diajukan KPK, W. Riawan Tjandra, bahwa pengembalian mandat secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Tags:

Berita Terkait