UU KPK Terbukti Menghambat Kinerja Pemberantasan Korupsi
Kolom

UU KPK Terbukti Menghambat Kinerja Pemberantasan Korupsi

Solusi terbaik untuk mencegah kegagalan penegakan hukum korupsi dalam jangka panjang adalah pembatalan UU KPK.

Bacaan 2 Menit
Korneles Materay. Foto: Istimewa
Korneles Materay. Foto: Istimewa

Revisi UU KPK yang dikhawatirkan akan menghambat kinerja pemberantasan korupsi telah terbukti kini. Dalam dua peristiwa Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pekan pertama tahun 2020 ini, KPK tidak mampu bertindak menggunakan kewenangan hukumnya melakukan penggeledahan dan penyitaan guna kepentingan pembuktian. KPK tumpul melancarkan aksi geledah dan sita terhadap orang atau benda sebagaimana terhadap kantor DPP PDIP dan khususnya lagi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku yang diduga terkait perkara rasuah.

 

OTT pertama dilakukan terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah pada Selasa, 7 Januari 2020. Saiful ditetapkan tersangka bersama Kadis PU Bina Marga dan SDA Sidoarjo Sunarti Setyaningsih, PPK di Dinas PU Bina Marga dan SDA Sidoarjo Judi Tetrahastoto, dan Kabag ULP Sanadjihitu Sangaji karena diduga menerima suap untuk memenangkan pemberi suap dari pihak swasta dalam proyek infra-struktur di Kab. Sidoarjo. Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi disebut KPK sebagai pemberi suap.

 

Sedangkan, OTT kedua berhasil menjerat Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan pada Rabu, 8 Januari 2020. Wahyu diduga menerima suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari PDIP. Ia ditersangkakan bersama mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina sebagai penerima suap. Sedangkan, Saeful bersama-sama dengan Harun Masiku sebagai pemberi suap.

 

Tidak Diakomodir

Secara khusus, kasus suap Wahyu Setiawan dapat dikatakan terjadi karena ada kepentingan yang tidak diakomodir. Kepentingan dimaksud milik Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR PAW pasca meningalnya Nazarudin Kiemas. Kiemas merupakan pemilik suara terbanyak di daerah pemilihan Sumatera Selatan I pada Pemilihan Legislatif 2019 lalu.

 

Sayangnya, menurut peraturan yang ada, PAW Kiemas jatuh pada calon anggota DPR yang memperoleh suara sah terbanyak berikutnya dari Parpol yang sama dan Dapil yang sama. Sederhananya, KPU bakal menetapkan pemilik suara kedua terbanyak, dalam hal ini KPU telah menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Kiemas, apalagi suara Harun hanya di posisi kelima.

 

Namun Harun bersama PDI Perjuangan lebih menginginkan dirinya bukan Riezky. Tiga permohonan sudah dilayangkan ke KPU soal preferensi Parpol akan Harun. Namun, KPU tetap pada pendirian dan keputusannya sehingga upaya Harun sia-sia. Tak putus harapan, Harun memberanikan diri mencari peruntungan lewat menyuap Wahyu dengan harapan keputusan tersebut bisa diubah. Barang bukti suap Wahyu senilai Rp 600 juta diamankan KPK. Angka ini selisih Rp300 juta dari harga yang ditawarkan Wahyu sebelumnya yakni Rp900 juta.

 

Tiga surat permohonan itu secara resmi ditandatangani Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDI Perjuangan. Hasto disinyalir turut terseret dalam pusaran kasus. Bukti-bukti mengarah kepadanya. Karena itu, penyidik beralih mengejar Hasto. Sayangnya, ditengarai Hasto telah dilindungi pihak tertentu.

Tags:

Berita Terkait