Banjir Garam Impor, KPPU Sarankan Pemerintah Ubah Tata Niaga Garam
Berita

Banjir Garam Impor, KPPU Sarankan Pemerintah Ubah Tata Niaga Garam

Garam impor untuk industri bocor ke pasar sehingga menjatuhkan harga produksi lokal. Pemerintah dianggap tidak antisipatif melindungi petani garam lokal.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Persoalan garam impor yang mengganggu harga produksi garam lokal terus menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sehubungan dengan rencana pemerintah menaikan volume garam impor tahun ini. Persoalan garam impor ini berisiko menjatuhkan harga produksi lokal sehingga merugikan para petani garam.

 

KPPU telah memberikan saran kepada Pemerintah agar dalam jangka pendek melakukan perubahan tataniaga impor garam industri untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuatan pasar oleh importir garam dan membuat akurasi neraca garam yang lebih tepat sehingga serapan garam dalam negeri lebih dapat dioptimalkan.

 

Sebenarnya, saran tersebut disampaikan Ketua KPPU kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada 28 Oktober 2019 silam. Namun, KPPU kembali menyampaikan saran tersebut karena ada rencana pemerintah seperti yang diinformasikan kepada publik melalui media untuk importasi garam industri sebanyak 2,92 juta ton pada tahun 2020, dan dinilai naik 6% dari tahun sebelumnya yang mencapai 2,75 juta ton. Hal ini menjadi perhatian karena kualitas garam lokal dianggap pelaku industri masih belum sesuai dengan spesifikasi kebutuhan industri, yakni garam dengan kadar Natrium Chloride (NaCl) di atas 97%.

 

KPPU sendiri telah melakukan kajian atas kebijakan industri garam pada tahun 2019, guna menindaklajuti Putusan KPPU atas perkara Nomor 09/KPPUI/2018 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia, yang mengidentifikasi bahwa kebijakan industri garam telah banyak mendistorsi bekerjanya persaingan usaha yang sehat dalam industri ini.

 

Dalam kajian tersebut, KPPU mendalami karakteristik industri garam dan kebijakan yang menaunginya. Salah satu problema besar industri garam saat ini adalah melimpahnya hasil produksi 2019, tetapi hanya sebagian yang terserap pasar. Industri pengguna menganggap garam petambak tidak memenuhi standar yang ditetapkan.

 

“Kondisi ini menjadi ironi karena di tengah pasokan garam petambak yang melimpah, dilakukan impor dalam jumlah yang besar. Sampai saat ini seperti hampir tidak ada solusi bagi upaya pemecahan masalah agar garam petambak bisa memenuhi kebutuhan pasar, dan menjadi substitusi garam impor. Kabar peningkatan jumlah impor sebesar 6% di tahun 2020, menggambarkan kondisi tersebut. Kondisi ini terus menekan garam petambak,” jelas Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, Kamis (23/1).

 

Dia menjelaskan harga garam petambak hancur menjadi Rp 150/kg. Salah satu problema klasik yang muncul adalah rembesnya garam industri impor ke garam konsumsi, di tengah banyaknya garam petambak yang tidak terserap pasar. Rendahnya garam petambak yang hanya Rp 150/Kg, semakin terasa menjadi ironi karena harga eceran garam konsumsi di retailer berada di atas Rp 10.000/Kg.

Tags:

Berita Terkait