Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Dua Poin
Utama

Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Dua Poin

Korupsi politik ikut mempengaruhi skor CPI.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Peluncuran dan diskusi CPI Indonesia di Jakarta, Kamis (23/1). Foto: Aji
Peluncuran dan diskusi CPI Indonesia di Jakarta, Kamis (23/1). Foto: Aji

Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia naik dari angka 38 pada 2018, naik menjadi 40 pada 2019. Peneliti Transparancy International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko, kenaikan ini menjadi penanda bahwa perjuangan bersama melawan korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga keuangan dan bisnis serta masyarakat sipil menunjukkan upaya positif.

Menurut Wawan, ada empat sumber data yang menyumbang kenaikan CPI Indonesia di tahun 2019 yakni Political Risk Service, International Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Yearbook, Political and Economy Risk Consultancy dan World Justice Project – Rule of Law Index. Namun ada juga indeks mengalami stagnasi, yakni Global Insight Country Risk Ratings, dan Bertelsmann Foundation Transformation Index.

“Peningkatan terbesar dikontribusikan oleh IMD World Competitiveness Yearbook dengan peningkatan sebesar sepuluh poin dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh penegakan hukum yang tegas kepada pelaku suap dan korupsi dalam sistem politik.

Sedangkan penurunan empat poin dikontribusikan pada World Economic Forum EOS. Penurunan skor ini dipicu oleh masih maraknya suap dan pembayaran ekstra pada proses ekspor-impor, pelayanan publik, pembayaran pajak tahunan, proses perizinan dan kontrak Economist Intelligence Unit Country Ratings dan Varieties of Democracy. Sedangkan satu mengalami penurunan World Economic Forum EOS.

Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengapresiasi adanya kenaikan skor ini. Meskipun begitu, ia berpendapat masih banyak hal yang harus dibenahi, khususnya di sektor politik agar nilai CPI Indonesia bisa naik lebih tinggi. Dalam kaitan itu,  pemberantasan korupsi harus lebih tajam dan intens dalam bidang politik.

"Sebab saya berpendapat walaupun sudah dua dekade kita meninggalkan otoriter tapi pada dasarnya sistem politik kita yang masih memfasilitasi tumbuh suburnya politik koruptif. Sistem politik kita saat ini masih melembagakan dan memfasilitasi tumbuhnya politik korup," pungkasnya.

(Baca juga: Pertanyaan Dua Pimpinan KPK Terkait Indeks Persepsi Korupsi Indonesia).

Parameternya bisa dilihat dalam sistem Pemilu baik itu Pilpres, Pileg atau Pilkada, tidak terlihat komitmen pemerintah yang bersungguh-sungguh mengenai perilaku koruptif di sektor politik. Sebab dalam momen tersebut, praktik adanya politik uang yang dilakukan para kontestan masih terlihat marak, sehingga menciderai apa yang di cita-citakan bersama untuk memberantas perilaku koruptif.

Tags:

Berita Terkait