Ketua MK: Tidak Patuhi Putusan, Bentuk Pembangkangan terhadap Konstitusi
Utama

Ketua MK: Tidak Patuhi Putusan, Bentuk Pembangkangan terhadap Konstitusi

Ada tiga kategori tingkat kepatuhan terhadap putusan MK yakni dipatuhi seluruhnya, dipatuhi sebagian, dan tidak dipatuhi. Tapi, tingkat kepatuhan masih lebih tinggi daripada ketidakpatuhan dengan perbandingan 54,12 persen berbanding 22,01 persen dari 109 putusan MK yang diteliti.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Anwar Usman bersama Presiden Joko Widodo dan para hakim konstitusi usai penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019 di Gedung MK Jakarta, Selasa (28/1). Foto: RES
Ketua MK Anwar Usman bersama Presiden Joko Widodo dan para hakim konstitusi usai penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019 di Gedung MK Jakarta, Selasa (28/1). Foto: RES

Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) berdiri tahun 2003 hingga akhir Desember 2019, MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. Dari jumlah itu, perkara pengujian undang-undang (PUU) mendominasi tercatat sebanyak 1.317 perkara. Diikuti perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPUD); Pemilihan Umum (PHPU) DPR, DPD, dan DPRD sebanyak 671 perkara; dan Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebanyak 5 perkara. Dan, SKLN sebanyak 26 perkara.

 

Dari 3.005 perkara, sebanyak 2.849 telah diputus yakni sebanyak 397 perkara atau 13,93 persen dikabulkan; 1.005 perkara atau 45,81 persen ditolak; 1.004 perkara atau 34 persen tidak dapat diterima; 60 perkara atau 2,11 persen dinyatakan gugur; 171 perkara atau 5,75 persen ditarik kembali; 25 perkara atau 2 persen tindak lanjut dari putusan sela; dan 11 perkara atau 1 persen MK menyatakan tidak berwenang mengadili. Sisanya, sebanyak 30 perkara, hingga kini masih dalam proses pemeriksaan.

 

Nah, dari jumlah perkara PUU yang telah dikabulkan itu, ada sebagian putusan MK yang tidak dipatuhi, khususnya oleh pemerintah. Artinya, pemerintah tidak atau belum menindaklanjuti perubahan UU atau pasal atau ayat yang telah dibatalkan atau ditafsirkan MK. Tingkat ketidakpatuhan putusan MK itu berdasarkan hasil penelitian tiga dosen Universitas Trisaksi yang disampaikan Ketua MK Anwar Usman dalam Penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019 di Gedung MK Jakarta, Selasa (28/1/2020) kemarin.

 

Anwar mengungkap temuan menarik hasil penelitian tiga dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 2019 berjudul “Constitutional Compliance Atas Putusan Pengujian Undang-Undang di MK Oleh Adressat Putusan”. Penelitian ini mencari kebenaran ilmiah tingkat kepatuhan terhadap 109 putusan MK kurun waktu 2013-2018.

 

Mengutip hasil penelitian itu, Anwar menyebut ada tiga kategori tingkat kepatuhan terhadap putusan MK yakni dipatuhi seluruhnya, dipatuhi sebagian, dan tidak dipatuhi. Hasil temuannya: dipatuhi seluruhnya sebanyak 59 putusan (54,12 persen); dipatuhi sebagian sebanyak 6 perkara (5,50 persen); tidak dipatuhi sebanyak 24 perkara (22,01 persen). Sisanya 20 putusan (18,34 persen) belum dapat diidentifikasi secara jelas dengan berbagai alasan.

 

“Tingkat kepatuhan masih lebih tinggi daripada ketidakpatuhan dengan perbandingan 54,12 persen berbanding 22,01 persen,” kata Anwan Usman dalam acara yang dihadiri Presiden Joko Widodo, Ketua DPR Puan Maharani sebagai pembentuk UU, Ketua MA M. Hatta Ali, dan pejabat negara lainnya.     

 

Menurutnya, kepatuhan putusan mencerminkan kedewasaan dan kematangan kita sebagai negara hukum demokratis, sekaligus negara demokrasi berdasarkan hukum. Baginya, hasil penelitian yang menemukan ketidakpatuhan terhadap putusan MK sebesar 22,01 persen dari 109 putusan MK jelas mengundang tanda tanya besar. “Temuan itu bukan saja penting bagi MK, tetapi juga patut menjadi perhatian bersama,” kata Anwar.   

Tags:

Berita Terkait